Senin, 22 Oktober 2012

Completed Staff Work (CSW)



Beberapa waktu yang lalu saya bekerja dengan sebuah perusahaan dimana ada seorang “high flying” eksekutif yang masih di bawah usia 30 tahun. Orangnya sangat cerdas dan bekerja dengan cepat, namun banyak rekan kerjanya yang risih terhadapnya.

Sebenarnya ada pengakuan diantara koleganya yang sudah sesama berada satu level dibawah Direksi bahwa anak muda ini memang sangat pandai dan professional. Namun ada juga kesan bahwa mereka sangat iri kepadanya dengan dalih "aah, dia kan sebenarnya cuma bermodalkan bahasa inggris dan kemampuan mendekati boss saja!".

Bukti yang diajukan bahwa pasti ada favoritisme adalah fakta bahwa kalau anak muda ini masuk ke ruang Presiden Direktur organisasi ini maka dia akan mendapat waktu jauh lebih lama dari eksekutif yang lainnya. Dan dia pun lebih sering diberi waktu untuk ketemu secara langsung dengan sang Presiden Direktur.

Suatu hari saya sedang berbincang dengan sang Presiden Direktur mengenai perusahaannya dan dalam kesempatan tersebut saya bertanya langsung kepadanya "Bapak tahu ada rumor dan kesan bahwa Kita menganak emas kan si Ali (bukan nama sebenarnya) ?", jawaban dia sangat jujur dan sederhana: "Iya, saya sudah mendengar rumor tersebut dan barangkali kenyataannya memang benar.

Saya senang berdiskusi sama si Ali karena kalau dia minta waktu ketemu saya sudah pasti akan ada dua hal yang terjadi.Pertama, topik yang ingin dibicarakan pasti penting dan perlu dibicarakan saat itu. Kedua, dan ini yang sungguh saya hargai, waktu kita berbicara dia tidak hanya membawa masalah, tetapi dia akan menuturkan persoalannya beserta atternatif yang dia sudah pikirkan. Dia kemudian akan menceritakan plus minus setiap alternatif dan mengapa dia perlu pertimbangan saya"."

Kalau yang lain mempunyai kecenderungan untuk datang dengan masalah dan meminta saya untuk mengatasinya. Saya jadi merasa selalu dibebani masalah yang lama-kelamaan menjadi menumpuk di saya. Kalau dengan si Ali, saya akan membantu dengan keputusan yang diperlukan tetapi pekerjaannya tidak pernah pindah ke saya." tutur sang Presiden Direktur.

Ketika mendengar penjelasan ini saya teringat kepada suatu waktu dipermulaan zaman Orde Baru dimana almarhum bapak saya bercerita mengenai hubungan "spesial" yang sedang berkembang antara Pak Harto dan Profesor Widjojo Nitisastro. Waktu itu banyak masalah ekonomi yang harus dipecahkan dan Pak Harto sangat senang bertemu dengan Profesor Widjojo karena disetiap pertemuan mereka Pak Widjojo akan selalu menuturkan masalah ekonomi yang dihadapi, alternatif yang ada, beserta konsekuensi dari setiap alternatif.

Biasanya sebelum mengambil keputusan Pak Harto akan bertanya pendapat Profesor Widjojo pilihan beliau yang mana. Profesor Widjojopun kemudian akan mengemukakan pendapatnya. Yang menarik dari interaksi ini adalah, konon, Pak Harto banyak belajar mengenai ekonomi tanpa merasa digurui dan dapat secara cepat mengambil keputusan yang terbaik karena ada masukan yang lengkap.

Dua cerita ini menggambarkan betapa pentingnya yang namanya “Completed Staff Work”, sayangnya kita juga sering mendengar cerita mengenai Incomplete Staff Work. Seorang expat yang dikirim ke Indonesia untuk menjadi Presiden Direktur perusahaannya disini mengatakan separuh bercanda dan separuh mengeluh: Seharusnya peran saya adalah sebagai seorang general manager nyatanya saya lebih sering sebagai general helper. setiap hari saya selalu mengerjakan pekerjaan yang seharusnya selesai sebelum datang ke saya".

Atau keluhan bekas kolega saya di sebuah bank asing "saya sekarang di Indonesia mengerjakan pekerjaan Yang saya lakukan 15 tahun yang lalu sebagai seorang junior supervisor". Saya penasaran dan bertanya kenapa mereka membiarkan itu terjadi dan dua-duanya mempunyai alasan yang mirip "the work has to get done now. I don't have the luxury to train them yet but I do not want to see mistakes. So, I have to do it".

Padahal mereka sadar sepenuhnya ini akan menambah beban mereka. OK, mereka expat dan mereka relatif tidak akan lama di Indonesia. Bagaimana dengan kita sendiri? Seorang CEO Indonesia Yang memimpin perusahaan asing agak santai pasrah menjawabnya "Saya biarin saja dikerjakan apa adanya dulu. Kalau tidak saya jadi pusing tidak kepalang."

Semua ini adalah cerita klasik mengenai kebutuhan jangka pendek yang mendesak dan pemberdayaan jangka menengah yang kita pertu laksanakan. Incomplete Staff Work. Siapa yang bertanggung jawab? Si anak buah atau si atasan? (atau kalau kita mau gaya sopan kita salahkan saja keadaan-lebih enak dan aman). Jawabannya: dua-duanya bertanggung jawab.

Sebagai anak buah saya harus merasa bahwa pekerjaan saya adalah tanggung jawab saya dan saya hanya boleh"pass the buck upstairs" katau saya memang sudah stuck/terjebak atau wewenangnya di atas saya. Yang pasti saya hanya minta pendapat atau keputusan dan saya akan meneruskan pekerjaannya sampai tuntas. Sebagai atasan seninya adalah kita untuk sementara boleh jadi pembantu tetapi jangan jadi "keranjang sampah".

Kata kuncinya adalah sementara. Jika kita sedang "membantu", cepat ajarkan prinsip dan cara kita menyelesaikan pekerjaan tersebut kepada anak buah kita. Luangkan waktu untuk knowledge sharing. Jika tidak maka harga yang kita bayar jadi lebih mahal.

Kalau kita sudah mengerjakan ini lain kali jangan mau terima masalah yang sama dari orang yang sama. Kalau itu berulang kali maka barangkali sudah saatnya kita mempertimbangkan mencari the Right person untuk pekerjaan tersebut. Itu loh, anak buah yang membuat risih rekan sekerja karena dia membawa completed staff work

Mungkin bagi sebagian teman-teman istilah CSW masih agak awam, oleh karena itu, saya akan memberitahukan apa yang dimaksud dengan CSW terlebih dahulu. CSW merupakan penyampaian staf kepada atasan atau pihak yang dilayani mengenai permasalahan dan rekomendasi solusi terlepas dari penerima menerima atau menolak rekomendasi solusi yang diajukan. Jadi CSW adalah penyampaian alternatif tetapi belum berupa tindakan karena anak buah tidak berkewenangan memutuskan.

Adapun tahapan dalam CSW adalah sebagai berikut :

a.      Identifikasi Masalah
Langkah yang paling baik adalah memahami atasan dari sisi tanggung jawab, tekanan pekerjaan, apa yang disukai dan tidak disukai serta gaya bekerja. Apakah atasan lebih menyukai detil atau hanya pokok-pokok kesimpulan. Identifikasi masalah berawal dari analisis derajat kepentingan dan situasi mendesak.
Implementasi CSW akan lebih berstruktur bilamana kita mengingat prinsip 5 W+H. What - Apa masalah , Who – Siapa yang terlibat dan berapa banyak, Where – Dimana permasalahan, When - Kapan danHow - Bagaimana. Pemahaman proses bisnis, dan pengetahuan dari hasil belajar secara mandiri akan sangat membantu melaksanakan CSW. Anak buah diharapkan berlatih menggali masalah, mempelajari proses bisnis, lingkup pekerjaan dirinya dan orang lain.

b.     Identifikasi dan evaluasi solusi yang memungkinkan
Sejauh mana atasan mengimplementasikan CSW tergantung dari situasi. Terdapat kemungkinan, atasan hanya menerapkan sampai dengan tahap kedua yakni identifikasi dan evaluasi solusi yang memungkinkan. Kecakapan anak buah dan sejauh mana mampu menghimpun informasi akan dapat dinilai oleh atasan. Evaluasi solusi yang memungkinkan berarti penyajian sejumlah alternatif disertai (lebih baik) konsekuensinya.

c.      Merekomendasi satu solusi yang terbaik
Atasan yang mengenal anak buahnya dengan baik, barangkali menginginkan lebih dengan meminta untuk menyajikan satu solusi terbaik sehingga ia hanya tinggal menyetujui atau menolak atau beralih ke solusi lain diluar yang diajukan. Dalam hal ini tidak perlu kecewa, karena domain CSW terletak pada atasan sebagai pengambil keputusan.
Tanggung jawab anak buah memang sebatas mengalirkan informasi. Tetapi, ketika atasan dan anak buah sudah saling memahami tekanan pekerjaan masing-masing, maka pilihan anak buah juga menjadi pilihan atasan.

Anak buah hanya merekomendasikan solusi, ia tidak mempunyai hak untuk mengimplementasikan solusi sampai atasannya menetapkan pilihan solusi.

Anak buah yang berpikiran maju mungkin beranggapan akan lebih baik bilamana ia mempersiapkan dahulu. Namun, boleh jadi apa yang dilakukan akan sia-sia, kecuali kalau sudah relatif mengetahui apa yang dikehendaki atasan.

d.     Menyiapkan material/bahan untuk implementasi rekomendasi (setelah disetujui)
Contoh situasi : Ati menghabiskan 1.5 jam menyiapkan hingga tahap tiga, dan sekitar 4 jam untuk sampai pada tahap 4 yang berakhir pada penolakan alternatif atau tindakan yang dilakukan. Ati sudah mengerahkan tenaga, pikiran dan waktu yang berujung pada kekecewaan. Mengapa hal ini terjadi ? Terdapat kesalahan di kedua belah pihak yakni atasan tidak menginformasikan secara jelas sampai pada tahap mana CSW diselesaikan dan kriteria pendekatannya. Sebaliknya anak buah tidak terlalu mengenal atasan dan masalah sehingga menyajikan solusi yang tidak dikehendaki atasan.

Mungkin contoh sederhananya saja dalam pembuatan memo. Seorang pegawai/pekerja yang sudah mengaplikasikan CSW didalam pola kerjanya akan lebih hati-hati dan detail terhadap bentuk penulisan, pemakaian tanda baca, nama, jabatan, bahasa ambigu dll.

Memang mengkoreksi memo yang dibuat akan jauh lebih lama daripada membuat memo itu sendiri. Namun ini tidak masalah karena memang sudah selayaknya seperti itu. Alangkah lebih baik bila memo yang kita buat dikembalikan dengan kesalahan minor dibandingkan kesalahan fatal sampai-sampai atasan perlu turun tangan untuk memperbaiki “baca:mengganti” memo kita tersebut.

Beritahukan kepada atasan Anda untuk memberi waktu self-review sebelum akhirnya dikirimkan ke atasan Anda tersebut. Even atasan yang serba-cepatpun pasti akan memaklumi alasan yang satu ini dalam pekerjaan.

Contoh lain adalah EO Meeting. Pekerja baru pada umumnya kerap mengambil peran ini dalam perusahaan. EO yang mengaplikasikan CSW dalam polanya bekerjanya biasanya sudah menyusun list kebutuhan sejak awal mencakup sarana prasarana meeting (lokasi, infokus, komputer, snack, lunch, jumlah kursi, bentuk meja, pointer, absensi), bahan yang akan dipresentasikan sampai konfirmasi peserta yang akan hadir (konfirmasi h-7, h-1 dan saat acara).

Memang dengan seperti ini ada tipikal-tipikal pekerja yang kesulitan multitasking akan menghadapi beban yang sangat berat diawalnya. Untuk tipikal yang seperti ini usahakan meminta guidance yang lebih intensif dari atasan dan jangan lupa selalu membawa agenda kemanapun.

Yah, mungkin cukup sekian pemaparan terkait completed staff work (CSW). Kita semua tentunya berharap semuanya dapat mengaplikasikan CSW dalam pekerjaan. Semoga dapat segera terwujud. Amin..

Dan hal yang terpenting dari tujuan tersebut adalah, kita sebagai bawahan harus bisa menjadi pemberi solusi didalam pemecahan jalan keluar tanpa terlihat seperti menasehati atasan atau bahkan menggurui atasan kita. Mengambil satu langkah sikap dari "Completed Staff Work" bisa membantu untuk memastikan bahwa kita tidak akan mengambil ide-ide yang bersifat setengah matang untuk atasan kita didalam dia meninjau ulang.

Bottom line kalo saya boleh menyadur sebuah kalimat bijak dari seorang yang bernama Catherine Pulsifer, "A team based environment demands that you make responsible decisions; it requires you to take charge of your career. It requires you to develop excellent interpersonal skills because you have to interact at a much different level with your team members. No longer is it just you and your job!".


Selamat CSW......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar