Diambil dari : http://www.sentuhanhati.com/januari/family-artikel1.asp
Hubungan yang retak seringkali disebabkan oleh permintaan maaf yang lama dan ditunda-tunda.
Mengapa begitu sulit meminta maaf? Kita memiliki kecenderungan yang alami untuk membenarkan tindakan kita, meskipun kita salah. Atau bila kita sadar betapa egois atau sembrononya tindakan kita, kita berharap tidak akan ada orang yang memerhatikan dan menegur kita. Ironisnya, yang terjadi biasanya adalah sebaliknya. Orang lain merasa dirugikan oleh tindakan kita dan menolak untuk memberi maaf sampai mereka benar-benar siap untuk itu. Tetapi apakah kita ingin melukai hati mereka lagi?
Mempelajari Bahasa Mereka
Suatu hari, saya dan suami saya sedang berdiskusi tentang keberhasilan dan kegagalan dalam meminta maaf ketika kami menyadari bahwa kami telah melupakan “bahasa permintaan maaf.” Di dalam karyanya yang terkenal, The Five Love Languages (Lima Bahasa Kasih), Dr. Gary Chapman memberikan suatu saran yang menarik bahwa agar dapat “didengar” oleh orang lain, kita perlu berbicara bukan dengan bahasa kita yang biasa tentang memberi dan menerima kasih, melainkan di dalam bahasa pendengar.
Demikian juga halnya bila kita ingin memberi dan menerima permohonan maaf. Pernahkah Anda mencoba meminta maaf, namun kemudian ditolak? Mungkin saat itu Anda berbicara dengan “bahasa” Anda sendiri, yang sebenarnya asing bagi orang lain.
Permintaan maaf yang paling sukses dapat dimulai dengan memahami lawan bicara Anda tentang apa yang paling ia butuhkan untuk didengar, supaya ia dapat menerima permohonan maaf Anda. Dengan memahami bahasa pribadinya akan membantu Anda mencapai target dalam meminta maaf, yaitu ia dapat melihat seutuhnya ketulusan hati Anda dan menerima sepenuhnya permintaan maaf Anda.
Pengakuan dan Rekonsiliasi
Mungkin Anda bertanya, Bagaimana bila aku tidak suka meminta maaf? Seringkali kita kekurangan motivasi untuk mengatasi kesombongan kita, meninggalkan sikap hati kita yang cenderung mencari pembenaran, dan bersedia meminta maaf. Seringkali kita berusaha menghindari rasa malu dan memertahankan harga diri kita. Lebih mudah bagi kita untuk berpura-pura bahwa kita tidak melakukan sesuatu yang salah. Masalahnya, bila kita mengabaikan kesalahan kita, maka kita akan menuai amarah dan dendam.
Yesus mati karena kita semua telah meleset dari sasaran, kita memerlukan Dia untuk menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Hanya bila kita dengan rendah hati mengakui dosa kita, baru kita dapat memahami kepenuhan belas kasihan baik dari Allah maupun dari orang lain. Permintaan maaf yang murahan hanya akan menghasilkan anugerah yang murahan juga. Kita harus dapat menyingkirkan pola-pola lama untuk dapat memahami arti pengampunan yang sejati.
Bahasa permohonan maaf #1
Mengungkapkan penyesalan: “Aku menyesal.”
Mengakui luka yang dialami orang lain akibat perbuatan kita. Menunjukkan penyesalan yang dalam (Bukan “Maafkan aku jika. . .” melainkan “Maafkan aku karena . . . kesombonganku, ketakutanku, kemalasanku, kemarahanku, dsb, telah menyakitimu dan merusak hubungan kita.”
“Aku benar-benar menyesal aku telah melukai hatimu dengan sikapku yang tidak peka ini. Aku tidak bermaksud untuk itu, namun kini aku tahu bahwa sikapku itu memang salah.”
Bahasa permohonan maaf #2
Menerima tanggung jawab: “Aku memang salah.” Mengakui kesalahan kita dan bertanggung jawab untuk itu (Lebih mudah berkata “Engkau benar,” daripada “aku salah,” tetapi yang terakhir lebih penting.
“Aku telah membuat kesalahan besar. Aku sangat ceroboh dengan perbuatanku itu. Tetapi setelah aku merenungkannya, aku sadar bahwa itulah yang menjadi masalah seharusnya aku memikirkan terlebih dahulu sebelum aku bertindak.
Bahasa permohonan maaf #3
Ganti rugi/melakukan perubahan: “Apa yang dapat kulakukan agar semuanya pulih kembali?”
Menanyakan apakah ada pengganti atau bantuan yang dapat kita berikan untuk dapat menyembuhkan luka, atau supaya orang yang kita sakiti itu dapat pulih kembali. Tanyakanlah bagaimana Anda dapat memulihkan keyakinannya bahwa Anda mengasihi dia.
“Aku tahu bahwa tidak cukup bila aku hanya berkata aku menyesal. Adakah sesuatu yang dapat kulakukan untuk menebus segala kesalahanku?”
Bahasa permohonan maaf #4
Pertobatan: “Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak melakukan hal itu lagi.”
Memahami bahwa pertobatan berarti berbalik 180 derajat. Berkomitmen dalam penyelesaian masalah dan mengungkapkan keinginan kita untuk berubah dan berusaha agar hal itu tidak terjadi lagi.
“Bagaimanakah aku dapat mengatakan hal itu dengan cara lain, supaya aku tidak salah lagi? Apa yang kauingin lihat dariku untuk berubah agar dapat membangun kembali kepercayaanmu kepadaku?”
Bahasa permohonan maaf #5
Memohon pengampunan: “Maukah engkau memaafkan aku?”
Mengungkapkan pengakuan bahwa Anda memerlukan pengampunan dan bahwa Anda bersedia untuk sabar dalam mengusahakan rekonsiliasi.
“Aku sadar bahwa aku telah menyakitimu, dan engkau berhak untuk marah. Aku menghargai hubungan kita dan aku sangat menyesal telah merusaknya—jadi aku berharap bahwa engkau dapat memaafkan aku, meskipun sulit.”
Bila kita merasakan dorongan Roh Kudus dan panggilan-Nya untuk meminta maaf, maka kita harus bertindak segera untuk melakukan bagian kita dalam memperbaiki hubungan kita.
Anak saya Ross, 7 tahun, suka membuat model pesawat atau semacam itu. Suatu hari ia sangat senang setelah menemukan suatu kotak yang masih terbungkus rapi milik ayahnya. Ternyata isinya sebuah model kayu dari pesawat Wright Bersaudara. Pesawat itu begitu rumit. Saya memerhatikan dari kejauhan sementara ia dan ayahnya memasang potongan-potongan kayu yang kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Singkat cerita, pesawat mereka setelah rampung dibentuk, dan mereka menaruhnya di keranjang mainan di atas kulkas sambil menunggu lemnya kering. Namun sayangnya, “tempat yang aman” itu tidak benar-benar aman, apalagi bagi seorang ibu yang pendek seperti saya. Seperti biasa, tanpa berpikir lagi saya melemparkan buku dan kertas yang berserakan ke dalam keranjang itu. Segera mereka menemukan proyek mereka yang istimewa itu hancur berantakan menjadi batang-batang kecil di antara tumpukan barang-barang di keranjang.
Ross pun hancur hatinya. Ia tidak lagi suka dipeluk oleh saya, namun saya ingin menunjukkan kepadanya kesedihan saya. Jadi saya berusaha memeluk dia dan mengatakan betapa menyesalnya saya karena telah merusak hartanya yang paling berharga.
Sangat penting bagi saya bahwa meskipun saya tidak bermaksud merusak proyeknya, saya masih perlu mengambil tanggung jawab atas kerusakan itu. Untuk meyakinkan Ross bahwa saya mengasihinya dan membayar kecerobohan saya, maka saya harus mencari model pesawat yang baru atau berusaha membantu merancang kembali pesawat
itu.Suatu permintaan maaf yang tulus adalah sebuah karunia yang berharga, yang menyatakan kepada penerima bahwa ia benar-benar berharga. Dan yang lebih penting lagi, hal itu memperlancar jalan kepada pengampunan dan rekonsiliasi sejati. Semoga di tahun yang baru ini Anda dapat mengejutkan orang lain dengan kerendahan hati, keberanian dan keterbukaan dari permintaan maaf Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar