Jum'at, 8 September 2006 14:05 WIB - wartaekonomi.com
Chairul Tanjung, Chairman Trans Corp.
Jumat (4/8) pekan lalu, Kelompok Kompas Gramedia (KKG) dan Trans TV, anak usaha Grup Para, menandatangani nota kesepakatan strategic partnership. Penandatanganan dilakukan oleh chairman Trans Corp., Chairul Tanjung, dan presdir KKG, Jakob Oetama. Dengan kesepakatan ini, Trans Corp. memiliki 49% saham di TV7. Usai penandatanganan itu, Chairul Tanjung yang kelahiran 16 Juni 1962 ini membeberkan rencana-rencananya kepada Prayogo P. Harto dari Warta Ekonomi.
Petikannya:
Apakah kerja sama ini karena Anda khawatir dengan serbuan TV asing?
Kini semua sektor bisnis dimasuki asing. Kecuali Bank Mega, perbankan kita hampir semuanya dimiliki asing. Kalau tak mau industri ini dikuasai asing, kita harus bekerja sama. Kami bekerja sama karena kebetulan visi-misi saya sama dengan Pak Jakob. Bagi kami, berbisnis bukan semata-mata cari keuntungan. Di bisnis media, kami memiliki idealisme menjaga kesatuan bangsa, membuat masyarakat jadi lebih pintar, dan menyejahterakan karyawan.
Soal kemungkinan tumpang-tindih segmentasi?
Itu tak akan terjadi. Segmentasi Trans TV tetap, yaitu informasi, edukasi, dan hiburan keluarga. Sedangkan TV7 ke TV olahraga dan hiburan untuk pria. Jadi, tak ada tumpang-tindih. Justru ini membuat pangsa pasar kami makin besar. Nanti acara-acara di Trans TV bisa saja diputar di TV7, dan sebaliknya.
Prediksi Anda mengenai peta industri televisi Indonesia?
Jumlah stasiun tak akan berkurang, tetapi kepemilikannya tak akan lebih dari tiga kelompok.
Sebelum krisis, nama Grup Para kurang dikenal. Kini, Anda termasuk pebisnis papan atas. Bagaimana ceritanya?
Orang Cina punya pandangan bagus: di balik setiap krisis pasti ada peluang. Sebelum krisis, siapa yang kenal kami? Kalau tak ada krisis, mustahil saya mencapai posisi sekarang. Terlalu banyak jenjang yang harus saya lewati. Namun, krisis membuat semuanya berubah. Para pemilik bank panik dan pergi ke luar negeri. Nasabah yang tahu jadi takut, lalu menarik uangnya dan menyimpannya di Bank Mega karena pemiliknya tak ke mana-mana. Jadi, saat bank-bank lain kesulitan dana, kami malah kelebihan. Saat krisis, siapa yang memiliki uang adalah yang berkuasa.
Anda sukses karena Grup Salim?
Ketika krisis, tak ada bank yang mau berbisnis dengan Keluarga Salim. Saya lalu membantu mereka. Kalau kini mereka percaya kepada saya, itu karena saya membantu tanpa pamrih. Cuma, bukan hanya kepada Salim. Siapa saja, kalau saya bisa bantu, akan saya bantu. Dalam bisnis, kita harus baik dengan semua orang.
Apa rencana Anda ke depan?
Saya akan mengembangkan tiga bidang. Pertama, PT Trans Corp. yang menjadi induk seluruh bisnis media, gaya hidup, dan hiburan. Kedua, PT Para Global Investindo—namanya akan saya ubah jadi PT Mega Global Finance—berkonsentrasi di jasa keuangan. Ketiga, di infrastruktur, energi, dan pertambangan.
Mana yang paling besar?
Saat ini masih jasa keuangan. Asetnya sekitar Rp30 triliun. Namun, lima tahun ke depan, semuanya akan seimbang.
Chairul Tanjung, Chairman Trans Corp.
Jumat (4/8) pekan lalu, Kelompok Kompas Gramedia (KKG) dan Trans TV, anak usaha Grup Para, menandatangani nota kesepakatan strategic partnership. Penandatanganan dilakukan oleh chairman Trans Corp., Chairul Tanjung, dan presdir KKG, Jakob Oetama. Dengan kesepakatan ini, Trans Corp. memiliki 49% saham di TV7. Usai penandatanganan itu, Chairul Tanjung yang kelahiran 16 Juni 1962 ini membeberkan rencana-rencananya kepada Prayogo P. Harto dari Warta Ekonomi.
Petikannya:
Apakah kerja sama ini karena Anda khawatir dengan serbuan TV asing?
Kini semua sektor bisnis dimasuki asing. Kecuali Bank Mega, perbankan kita hampir semuanya dimiliki asing. Kalau tak mau industri ini dikuasai asing, kita harus bekerja sama. Kami bekerja sama karena kebetulan visi-misi saya sama dengan Pak Jakob. Bagi kami, berbisnis bukan semata-mata cari keuntungan. Di bisnis media, kami memiliki idealisme menjaga kesatuan bangsa, membuat masyarakat jadi lebih pintar, dan menyejahterakan karyawan.
Soal kemungkinan tumpang-tindih segmentasi?
Itu tak akan terjadi. Segmentasi Trans TV tetap, yaitu informasi, edukasi, dan hiburan keluarga. Sedangkan TV7 ke TV olahraga dan hiburan untuk pria. Jadi, tak ada tumpang-tindih. Justru ini membuat pangsa pasar kami makin besar. Nanti acara-acara di Trans TV bisa saja diputar di TV7, dan sebaliknya.
Prediksi Anda mengenai peta industri televisi Indonesia?
Jumlah stasiun tak akan berkurang, tetapi kepemilikannya tak akan lebih dari tiga kelompok.
Sebelum krisis, nama Grup Para kurang dikenal. Kini, Anda termasuk pebisnis papan atas. Bagaimana ceritanya?
Orang Cina punya pandangan bagus: di balik setiap krisis pasti ada peluang. Sebelum krisis, siapa yang kenal kami? Kalau tak ada krisis, mustahil saya mencapai posisi sekarang. Terlalu banyak jenjang yang harus saya lewati. Namun, krisis membuat semuanya berubah. Para pemilik bank panik dan pergi ke luar negeri. Nasabah yang tahu jadi takut, lalu menarik uangnya dan menyimpannya di Bank Mega karena pemiliknya tak ke mana-mana. Jadi, saat bank-bank lain kesulitan dana, kami malah kelebihan. Saat krisis, siapa yang memiliki uang adalah yang berkuasa.
Anda sukses karena Grup Salim?
Ketika krisis, tak ada bank yang mau berbisnis dengan Keluarga Salim. Saya lalu membantu mereka. Kalau kini mereka percaya kepada saya, itu karena saya membantu tanpa pamrih. Cuma, bukan hanya kepada Salim. Siapa saja, kalau saya bisa bantu, akan saya bantu. Dalam bisnis, kita harus baik dengan semua orang.
Apa rencana Anda ke depan?
Saya akan mengembangkan tiga bidang. Pertama, PT Trans Corp. yang menjadi induk seluruh bisnis media, gaya hidup, dan hiburan. Kedua, PT Para Global Investindo—namanya akan saya ubah jadi PT Mega Global Finance—berkonsentrasi di jasa keuangan. Ketiga, di infrastruktur, energi, dan pertambangan.
Mana yang paling besar?
Saat ini masih jasa keuangan. Asetnya sekitar Rp30 triliun. Namun, lima tahun ke depan, semuanya akan seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar