Senin, 02 Februari 2009

Gosip soal pertelevisian di tahun 2007

Keluarga Sariaatmadja tiba-tiba menyeruak di rimba bisnis pertelevisian yang terkenal ganas. Dengan cerdik, keluarga ini menghindari risiko berdarah-darah dengan mengakuisisi sejumlah stasiun televisi yang sudah mapan dan terkenal: SCTV, O Channel, dan sebentar lagi Indosiar.
Sebagian – atau malah kebanyakan – dari Anda mungkin masih asing mendengar nama trio pengusaha dari klan Sariaatmadja ini: Eddy, Fofo dan Darwin. Tenang saja. SWA pun baru akhir-akhir ini tertarik mengamati trio tersebut, terutama setelah melihat sepak terjangnya yang terbilang hebat. Bagaimana tak bisa dibilang hebat kalau dalam waktu yang tak terlalu lama, dua stasiun televisi swasta bergengsi – SCTV dan O Channel – jatuh ke dalam pelukan keluarga Sariaatmadja. Sebentar lagi, raksasa televisi lainnya, Indosiar – yang sempat melambung tinggi lewat acara AFI dan (kini) Mamamia – bakal pula berada dalam genggaman keluarga ini. Soal Indosiar, kabarnya sekarang sedang memasuki tahap akhir proses negosiasi transaksi.
Langkah merambah bisnis pertelevisian itu tentu tak boleh dianggap enteng. Pengusaha sekaliber Jakob Oetama saja – yang terkenal visioner dan sangat profesional di industri media – akhirnya harus merelakan mayoritas sahamnya di TV7 jatuh ke tangan TransTV, yang kemudian mengubah namanya menjadi Trans7. Artinya, ini betul-betul bukan bisnis sembarangan. Sudah banyak buktinya, kalau tak becus menangani, bisnis pertelevisian paling cepat bisa bikin pengusaha berdarah-darah.
Namun juga sebaliknya, kalau ditangani serius, kue yang dijanjikan bisnis ini sungguh mengundang selera. Menurut Nielsen Media Research, dari total belanja iklan di Indonesia yang mencapai Rp 23 triliun, televisi melahap sekitar Rp 16 triliun, atau sekitar 70%-nya. Tampaknya, peluang gurih inilah yang secara cerdik dibidik keluarga Sariaatmadja dengan mengambil alih stasiun-stasiun televisi yang sudah berjalan dengan bagus dan menguntungkan, bahkan dua di antaranya, SCTV dan Indosiar, sudah go public. Jadi, tak perlu susah payah dan berdarah-darah membangun dari nol. Terlebih SCTV, meski andalannya acara serius seperti berita (Liputan 6), kini meraih share pemirsa tertinggi di antara stasiun televisi lainnya.
Yang juga tak boleh dianggap remeh dari sepak terjang kakak-beradik ini adalah sasaran tembaknya. Bayangkan, dari pengusaha yang tadinya tak punya nama dan “bukan siapa-siapa”, keluarga Sariaatmadja mampu melejit bermain di level atas. Ini tak lain karena keberhasilannya menguasai 78,69% saham SCTV yang memiliki kapitalisasi pasar sekitar Rp 1,5 triliun dengan total aset Rp 1,8 triliun. Nah, siapa tak kenal sejarah dan orang-orang kuat di belakang SCTV? Di situlah sempat bercokol nama-nama “angker”, “tak tersentuh”, yang semuanya amat dekat dengan keluarga Cendana, mulai dari Sudwikatmono, Peter F. Gontha, Henry Pribadi, Halimah Bambang Trihatmodjo, hingga Azis Mochtar.
Jalan untuk menguasai PT Indosiar Karya Media Tbk. (pengelola Indosiar) pun menarik dicermati. Seperti diketahui, Grup Salim, melalui dua grup bisnisnya, yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk. dan PT Indofood Agri Resources Tbk., mengakuisisi mayoritas saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk. (Lonsum) milik Sariaatmadja. Nilai akuisisi 64,4% saham Lonsum ini sekitar Rp 5 triliun atau setara dengan Rp 6.500 per lembar saham. Padahal, di awal tahun 2006 harga saham yang berkode LSIP ini masih bergerak di angka Rp 3.000-an per lembar.
Di lantai bursa, saham Lonsum memang terus memperlihatkan kinerja yang bagus, dengan volume transaksi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dua pelaku bursa lainnya di sektor perkebunan, yakni PT Astra Argo Lestari Tbk. dan PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk. Price earning ratio LSIP pun tercatat yang terendah di rata-rata industrinya, yang artinya saham ini masih sangat layak diburu investor. Yang jelas, perusahaan yang saat ini mengoperasikan 38 perkebunan (terutama sawit dan karet) di empat pulau (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi) di Indonesia ini terus tumbuh dan menjelma menjadi perusahaan terkemuka bukan hanya di Tanah Air, melainkan juga di dunia.
Setelah mendandani kemudian melepas Lonsum, keluarga Sariaatmadja, yang mulai serius menekuni industri televisi melalui PT Surya Citra Media Tbk. (induk perusahaan SCTV) dan O Channel, tampaknya akan lebih konsentrasi dan memperkuat lagi bisnis pertelevisiannya dengan membeli Indosiar dari duit yang diperoleh dari penjualan Lonsum itu.
Nah, siapa sesungguhnya keluarga Sariaatmadja? Sang ayah, Mohamad Soeboeb Sariaatmadja, kini tentu bisa menyaksikan ke-6 putra-putrinya dengan rasa bangga dan bahagia. Sariaatmadja senior ini sempat membangun perusahaan konsultasi pajak dan manajemen di bawah payung PT Eskapindo, selain pernah pula menggeluti bisnis properti dan perbankan. Dengan membekali disiplin kuat dan fondasi agama yang kokoh, putra-putrinya sekarang tumbuh menjadi manusia dewasa yang religius, sederhana, tekun bekerja, serta peduli pada sesama. Dengan fondasi itu pula, ketiga putranya – Eddy Kusnadi Sariaatmadja (54 tahun), Fofo Sariaatmadja (44 tahun), dan Darwin Sariaatmadja (42 tahun) – sukses membangun bisnis dari nol sampai besar seperti sekarang. Adapun tiga putrinya – Widya, Lina dan Ida – memilih tidak terjun di bisnis. Widya berkarier sebagai dokter, sedangkan Lina dan Ida mengikuti sang suami yang berdomisili di luar negeri.
Sebagai anak laki-laki tertua, Eddy-lah sesungguhnya yang membuka ladang bisnis keluarga dengan mengawali sebagai distributor komputer dan wholesaler pada 1980-an dengan mengibarkan PT Elang Komputer. Jalur sukses mulai memercik tatkala perusahaan ini dipercaya sebagai pemegang lisensi tunggal komputer merek Compaq di Indonesia. Benderanya pun diganti menjadi PT Elang Mahkota Teknologi (Emtek), yang banyak memasok kebutuhan komputer dan teknologi informasi di sejumlah departemen pemerintah dan perusahaan swasta. Setelah merger Compaq dengan Hewlett-Packard, Emtek tidak lagi menjadi distributor Compaq. Toh, nama Emtek sudah sangat terkenal di kalangan pelaku industri teknologi informasi di Tanah Air, sampai sekarang. Dari cikal bakal bisnis teknologi informasi ini pula, keluarga Sariaatmadja mengepakkan sayap bisnisnya hingga sebesar sekarang.
Yang menarik, beda dari umumnya generasi entrepreneur terdahulu, trio Sariaatmadja ini bolehlah dibilang entrepreneur Indonesia generasi baru karena ketiganya dibekali pendidikan yang bagus. Eddy (kini sebagai nakhoda kerajaan bisnis Sariaatmadja) dan Fofo (pemegang kendali di SCTV) keduanya adalah Master of Engineering Science lulusan dari New South Wales University, Australia. Sementara Darwin, sang anak kelima yang fokus di bidang teknologi informasi, menyelesaikan S-1 Electrical Engineering dan S-2 Commerce, juga dari universitas yang sama dengan kedua kakaknya, New South Wales University.
Melihat tempaan moral dari orang tua mereka, bekal pendidikan formal, serta ketekunan dan keseriusan para Sariaatmadja yunior ini di bisnis yang digeluti, bukan mustahil mereka bukan saja kondang di bisnis teknologi informasi. Melainkan, bakal pula menjadi the next baron di industri pertelevisian nasional.
Source : swa.co.id No.20/XXIII/13-26 September 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar