Jumat, 19 Desember 2008
JAKARTA (Suara Karya): Kejaksaan Agung (Kejagung) bungkam soal pemeriksaan Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), Hartono Tanoesudibyo, terkait kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 400 miliar.
Berdasarkan informasi, Hartono Tanoesoedibjo merupakan salah satu saksi dari 20 saksi yang akan diperiksa tim penyidik perkara tersebut, untuk tersangka Direktur Utama (Dirut) PT SRD, Yohannes Woworuntu.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Marwan Effendy, ketika dihubungi di Jakarta, Kamis, mengatakan, belum ada rencana pemeriksaan kembali terhadap Hartono Tanoesoedibjo. "Belum ada rencana, kan dulu sudah diperiksa," katanya.
Hal senada dikatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, yang mengatakan tidak ada jadwal pemeriksaan terhadap Hartono Tanoesoedibjo. "Tidak ada jadwal seperti itu (jadwal pemeriksaan Hartono Tanoesoedibjo)," katanya.
Sebelumnya dilaporkan, Direktur Utama (Dirut) PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohannes Woworuntu menyatakan telah "dipaksa" Hartono Tanoesoedibjo untuk mengaku sebagai pemegang saham PT SRD. Hartono Tanoesoedibjo sendiri menjabat sebagai Komisaris PT SRD.
"Betul, saya pada 8 November 2000 baru kena stroke, didatangi Hartono Tanoesoedibjo dan Harry Tanoesoedibjo, diminta menandatangani surat sebagai pemegang saham PT SRD," katanya seusai menjalani pemeriksaan di Kejagung, Jumat.
Dikatakan, perjanjian antara PT SRD dengan Koperasi Depkum dan HAM untuk layanan Sisminbakum dilakukan pada 8 November 2000.
Kasus itu bermula tahun 2001 sampai sekarang, Sisminbakum di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.
Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.
Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara, melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkum dan HAM.
Permohonan perhari melalui Sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia, adalah kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp 1,5 juta dengan pemasukan perbulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp 5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp 9 miliar.
Total biaya yang diperlukan tiap notaris untuk pengesahan sebuah perseroan mencapai Rp 1,685 juta, Rp 200 ribu untuk PNBP, Rp 350 ribu (PPN 10 persen) tarif akses pemesanan nama persero, dan Rp 1 juta (PPN 10 persen) tarif akses pendirian perseroan.
Yang jadi masalah, biaya di luar PNBP Rp 1.350.000 tidak masuk kas negara, tapi bagian untuk swasta PT SRD dan koperasi pengayoman.
Dalam kasus tersebut, Kejagung sudah menetapkan empat tersangka, yakni Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (mantan Dirjen AHU), serta Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU), dan Yohannes Woworuntu (Dirut PT SRD). Keempat tersangka ditahan di rumah tahanan negara.
Sementara itu mantan Dirjen AHU Romli Atamasasmita mempraperadilankan Kejaksaan Agung terkait atas penahanan dirinya.
Permohonan praperadilan enam advokat selaku kuasa hukum Romli, yakni Bambang Widjoyanto, Iskandar Sonhaji, Firman Widjaya, Tomy Sihotang, Frans Hendra Winarta dan Abdul Fickar Hadjar.
Kuasa hukum Romli mempersoalkan akuntabilitas penanganan perkara korupsi Sisminbakum. Dalam permohonan praperadilan disebutkan bahwa Romli sudah dijadikan tersangka sebelum dia diperiksa oleh kejaksaan. (Ant/Lerman S)
JAKARTA (Suara Karya): Kejaksaan Agung (Kejagung) bungkam soal pemeriksaan Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), Hartono Tanoesudibyo, terkait kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 400 miliar.
Berdasarkan informasi, Hartono Tanoesoedibjo merupakan salah satu saksi dari 20 saksi yang akan diperiksa tim penyidik perkara tersebut, untuk tersangka Direktur Utama (Dirut) PT SRD, Yohannes Woworuntu.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Marwan Effendy, ketika dihubungi di Jakarta, Kamis, mengatakan, belum ada rencana pemeriksaan kembali terhadap Hartono Tanoesoedibjo. "Belum ada rencana, kan dulu sudah diperiksa," katanya.
Hal senada dikatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, yang mengatakan tidak ada jadwal pemeriksaan terhadap Hartono Tanoesoedibjo. "Tidak ada jadwal seperti itu (jadwal pemeriksaan Hartono Tanoesoedibjo)," katanya.
Sebelumnya dilaporkan, Direktur Utama (Dirut) PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohannes Woworuntu menyatakan telah "dipaksa" Hartono Tanoesoedibjo untuk mengaku sebagai pemegang saham PT SRD. Hartono Tanoesoedibjo sendiri menjabat sebagai Komisaris PT SRD.
"Betul, saya pada 8 November 2000 baru kena stroke, didatangi Hartono Tanoesoedibjo dan Harry Tanoesoedibjo, diminta menandatangani surat sebagai pemegang saham PT SRD," katanya seusai menjalani pemeriksaan di Kejagung, Jumat.
Dikatakan, perjanjian antara PT SRD dengan Koperasi Depkum dan HAM untuk layanan Sisminbakum dilakukan pada 8 November 2000.
Kasus itu bermula tahun 2001 sampai sekarang, Sisminbakum di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.
Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.
Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara, melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkum dan HAM.
Permohonan perhari melalui Sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia, adalah kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp 1,5 juta dengan pemasukan perbulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp 5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp 9 miliar.
Total biaya yang diperlukan tiap notaris untuk pengesahan sebuah perseroan mencapai Rp 1,685 juta, Rp 200 ribu untuk PNBP, Rp 350 ribu (PPN 10 persen) tarif akses pemesanan nama persero, dan Rp 1 juta (PPN 10 persen) tarif akses pendirian perseroan.
Yang jadi masalah, biaya di luar PNBP Rp 1.350.000 tidak masuk kas negara, tapi bagian untuk swasta PT SRD dan koperasi pengayoman.
Dalam kasus tersebut, Kejagung sudah menetapkan empat tersangka, yakni Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita (mantan Dirjen AHU), serta Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU), dan Yohannes Woworuntu (Dirut PT SRD). Keempat tersangka ditahan di rumah tahanan negara.
Sementara itu mantan Dirjen AHU Romli Atamasasmita mempraperadilankan Kejaksaan Agung terkait atas penahanan dirinya.
Permohonan praperadilan enam advokat selaku kuasa hukum Romli, yakni Bambang Widjoyanto, Iskandar Sonhaji, Firman Widjaya, Tomy Sihotang, Frans Hendra Winarta dan Abdul Fickar Hadjar.
Kuasa hukum Romli mempersoalkan akuntabilitas penanganan perkara korupsi Sisminbakum. Dalam permohonan praperadilan disebutkan bahwa Romli sudah dijadikan tersangka sebelum dia diperiksa oleh kejaksaan. (Ant/Lerman S)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar