Rabu, 12 Mei 2010

Konsep Scenario Online Transaction


Seseorang membeli sesuatu lewat Internet. Anggap saja transaksi primitif tanpa penengah, tanpa marketplace. Secara normal, setelah transaksi disetujui, pembayaran dilakukan, pesanan dikirim, pesanan diterima, maka transaksi boleh dinyatakan sukses.

Dalam prakteknya, bisa terjadi beberapa skenario, yang boleh dianggap sebagai penipuan atau celah dari proses yang telah ada.

1. Penjual tidak mengirimkan barang pesanan, walaupun pembeli sudah melakukan pembayaran. Maka penjual yang dituduh melakukan penipuan.

2. Penjual telah mengirimkan barang yang dipesan, lewat jasa pengiriman terpercaya, dan punya bukti resi pengiriman. Tenyata penjual mengirimkan sekantung pasir, sehingga beratnya dan ukuran paket mirip dengan semestinya. Kasus ini juga merupakan penipuan dari pihak penjual. Bila paket yang diterima tidak terdapat tanda-tanda pernah dibuka, maka penjual bisa disalahkan.

3. Penjual dengan jujur mengirimkan barangnya, termasuk resi pengiriman sebagai tanda bukti. Barang yang dikirim telah diterima, tanpa tanda-tanda telah dibuka. Namun pembeli melakukan klaim bahwa yang diterima adalah sekantung pasir, bukan barang yang dipesan. Siapa yang disalahkan, bila jasa pengiriman tidak mau tahu?

4. Pembeli melakukan pembayaran, dengan kartu kredit palsu. Barang dikirim dan diterima, pihak bank baru sadar akan terjadinya penipuan. Uang dikembalikan ke pemilik kartu, penjual rugi karena barang sudah dikirim dan dana ditarik balik oleh pihak bank.

5. Penjual mengirim barang, bukti pengiriman diterima, namun barang hilang dalam pengiriman. Pihak jasa pengiriman yang seharusnya dipersalahkan akan hal ini.

Dari beberapa contoh skenario di atas, termasuk kejadian yang bisa saja terjadi. Kini muncul penengah semacam marketplace, yang juga melayani jasa penengah dalam proses pembayaran, sekaligus mencatat reputasi penjual dan pembeli. Pembeli jadi semakin berhati-hati untuk memilih penjual dengan reputasi yang lebih terpercaya. Penjual juga bisa melihat reputasi calon pembeli, dari sejarah transaksi yang pernah dilakukan. Tampaknya masalah sudah terpecahkan?

Keberadaan penengah tampaknya menjadi solusi praktis akan kebutuhan transaksi maya, tapi para penipu tampaknya tidak putus asa. Untuk skenario nomor 4 di atas, tampaknya masih belum terpecahkan, karena kadang masih butuh waktu untuk sadar bahwa kartu kreditnya telah kebobolan.

Karena kini pihak pengelola marketplace yang menjadi penampung dana sementara, jadi pihak yang dirugikan. Barang sudah terkirim, namun ternyata dananya ditarik balik oleh pihak bank.

Untuk mengatasi skenario nomor 5, kini ada jasa asuransi dari pihak ketiga. Setiap pengiriman, pembeli bisa membeli asuransi dengan biaya tambahan. Kini pihak penjual dan pembeli berada dipihak yang sama, mereka bekerjasama untuk mengakali asuransi dengan uang klaim yang diterima.

Dari pengalaman pribadi di era eBay, selalu penjual yang dirugikan. Namun di Indonesia, budaya yang berlangsung jauh berbeda dan lebih bervariasi. Penipuan macam apapun ada.

Apakah skenario yang sama pernah terlintas dibenak Anda? Sebagai penjual atau pembeli? Apakah sempat terpikiran sebuah solusi?

Jawabannya? Perlu di buatkan undang-undang yang jelas perihal bertransaksi secara online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar