Transformasi identik dengan perubahan, karena sejatinya transformasi
adalah sebuah bentuk perpindahan menuju sistem yang dianggap lebih baik dan
mendukung. Jika disandingkan dengan kepemimpinan, maka akan terbentuk sebuah
pemikiran bahwa kepemimpinan transformasi adalah bentuk kepemimpinan yang
berorientasi pada perubahan dengan mengedepankan pemberian inspirasi untuk bisa
mencapai tujuan yang diharapkan. Gaya kepemimpinan transformasional
adalah gaya kepemimpinan yang visioner dan inspirasional. McShane dan Von
Gilnow mengatakan bahwa kepemimpinan transformasi adalah kepemimpinan yang
dapat mengubah tim dan organisasi yang dengan membentuk, mengkomunikasikan, dan
memberikan visi yang menginspirasi para anggotanya. Kepemimpinan
transformasional dicirikan dengan pemimpin yang dapat memberikan inspirasi bagi
para pengikutnya sehingga dapat memberikan tujuan yang jelas pada tim yang
dikelolanya.
Sedangkan Wikipedia menyebutkan Revolusi adalah perubahan sosial dan
kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok
kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat
direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau
melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena
revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di
Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu
mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan
dan hubungan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan
tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan
membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi
senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan
membangun.
Perkembangan industri televisi
berbayar di Indonesia merupakan yang paling lambat di Asia, hanya mampu
penetrasi ke 3% rumah tangga atau sekitar 1,3 juta rumah di berbagai daerah
pada 2010. Berdasarkan hasil riset yang dilaporkan oleh Pricewaterhouse Coopers
(PWC), dikemukakan bahwa pertumbuhan pasar televisi berbayar di Indonesia hanya
berkisar 2% per tahun, jauh di bawah Vietnam, Malaysia, bahkan Pakistan. Meskipun
demikian, para penyedia layanan tv berbayar tetap meyakini pasar tersebut akan
tumbuh menjadi 7% pada 2015, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Tantangan lain yang dihadapi oleh para penyedia layanan TV berbayar tersebut
adalah banyaknya penyedia layanan ilegal. Sementara kementrian komunikasi dan
informasi mencatat hanya 700 operator yang berizin, asosiasi TV kabel Indonesia
memperkirakan jumlahnya sekitar 2.500 operator.
Dari sisi porsi bisnisnya, layanan tv berbayar saat ini memang terbilang
masih sangat kecil dibandingkan dengan televisi konvensional alias FTA (free to
air). Namun, seiring dengan pertambahan jumlah kelas menengah di Indonesia yang
menurut laporan Bank Dunia mencapai 7 juta jiwa per tahun, secara perlahan akan
mendorong pertumbuhan industri televisi berbayar (pay tv) secara cepat.
Sebab, kelas menengah yang umumnya memiliki tingkat pendidikan di atas
rata-rata masyarakat, tentunya memiliki tuntutan yang semakin tinggi terkait
dengan siaran televisi yakni tayangan yang lebih bermutu, mendidik dan
bermanfaat. Selera pemirsa yang kian
tinggi ini dapat dipenuhi oleh layanan tv berbayar lewat program-program
hiburan, edukasi dan ilmu pengetahuan seperti National Geographic, Discovery,
CNN, CNBC dan sebagainya.
Pergeseran selera pemirsa televisi inilah yang tampaknya semakin memacu
pertumbuhan bisnis tv berbayar di Indonesia belakangan ini, yang diyakini
berbanding lurus dengan peningkatan volume penjualan produk televisi, pemintaan
konten siaran serta pertambahan populasi kelas menengah.
Nah sekarang kembali ke topik permasalahan dari problematik
yang ada terkait dengan salah satu operator perusahaan Tv berbayar yang ada di
Indonesia yang mana saya melihatnya secara bertahap proses langkah pembenahan
memang sudah dilakukan oleh management sejak hampir setahun lebih belakangan
ini. Ada 3 faktor yang dicurigai menjadi permasalahan utama yang terjadi, yaitu
di sisi proses atau cara instalasi perangkat, cara berjualan dan terakhir
tatanan program siaran yang diberikan. Untuk setiap tahapan proses yang dilalui
pasti setelah itu dilakukan proses benchmark untuk mengukur (benchmark) akan
hasil yang ada. Walhasil semua tahapan selalu menghasilkan jauh dari harapan
maupun ekspektasi yang ada.
Lalu kira-kira langkah apa yang harus ditempuh harus dilakukan, apakah langkah
Transformasi atau Revolusi karena salah satu dari kedua langkah tersebutlah
yang harus diambil menurut saya, yang mana bertujuan untuk kita bisa mencanangkan
prioritas landasan utama untuk berorientasi pelayanan kepada pelanggan dari
sebelumnya yang berorientasi produk.
Dalam pemikiran saya sebuah pembenahan secara besar besaran adalah cara
yang harus dilakukan dengan seluruh potensi dan sumber daya yang diarahkan agar
menjadikan organisasi “Customer friendly” karena dengan segudang permasalahan
yang ada dan telah diwariskan belum lagi konsep nafas pendek didalam
menjalankan perusahaan sekelas operator bukannya sekelas retailer kalo hanya
berfokus pada area perbaikan management yang ada saja, maka itu akan membawa
organisasi kepada kegagalan karena yang terjadi saat ini adalah
disfungsionalitas bukan hanya sekedar keadaan malfungsi. Adapun definisi dari
malfungsi menurut saya artinya sudah melakukan pekerjaan yang benar tapi dengan
cara yang salah alias "It's the way you do things".
Proses Revolusi harus dilakukan dengan sangat mendasar bagaikan
revolusi Copernican dalam dunia astronomi yg mana sebelumnya percaya bahwa
matahari bergerak mengelilingi bumi sehingga menjadi kepercayaan baru bahwa
Bumilah yang mengelilingi matahari. Atau
mengapa Frase ”REVOLUSI Mental” kini kerap disebut salah seorang kandidat
presiden Indonesia. Pengertiannya merujuk pada adanya revolusi kesadaran.
Perubahan mendasar yang menyangkut kesadaran, cara berpikir, dan bertindak
sebuah bangsa besar. Revolusi mental dari sesuatu yang negatif menuju positif. Perubahan dari ketidakpercayaan diri menjadi
bangsa yang penuh kepercayaan. Menyadari diri bahwa kita adalah bangsa besar
dan bisa berbuat sesuatu yang besar. ”Visi” revolusi mental ini begitu
pentingnya mengingat beragam kegagalan kita sebagai bangsa, kerap (selalu)
dimulai dari mentalitas ini.
Jangan seperti proses reformasi yang ada sekarang ini di Indonesia yang
mana pelaksanaannya sejak tumbangnya rezim Orde Baru Soeharto tahun 1998 baru
sebatas melakukan perombakan yang sifatnya institusional. Ia belum menyentuh
paradigma, mindset, atau budaya politik kita dalam rangka pembangunan bangsa
(nation building). Agar perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan,
dan sesuai dengan cita-cita Proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan
makmur, kita perlu melakukan revolusi mental. Nation building tidak mungkin
maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusional tanpa melakukan
perombakan manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem ini. Sehebat
apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani oleh manusia dengan
salah kaprah tidak akan membawa kesejahteraan. Sejarah Indonesia merdeka penuh
dengan contoh di mana salah pengelolaan (mismanagement) negara telah membawa
bencana besar nasional.
Sebuah Revolusi radikal di era abad 21 ini memang diperlukan dan
penting karena akan menjadi landasan dari berbagai keputusan penting yang
dibuat nantinya untuk membawa organisasi menuju arah yang baru karena kita
tidak hanya ingin menagemen yg lebih baik melainkan perlu adanya managemen baru
yg berbeda yang akan mengubah konsep dan cara berfikir dari yang sebelumnya
sederhana, teknis, dan linear menjadi cara melihat permasalahan dengan lebih
kompleks.
Melakukan design ulang (redesign), bukannya pembenahan karena semua
dari kita sebenarnya tahu bahwa banyak hal tidak berjalan dengan baik dalam
organisasi. Manager, direktur atau pemimpin bukannya tidak bekerja. Namun
kebanyakan dari kita berkutat dengan segala sesuatu yang sudah berjalan dan
memang kita anggap sebagai kegiatan penting, demi pencapaian target. Dan
fenomena ini bukanlah fenomena comfort zone karena semua orang tahu bahwa
perubahan harus terjadi, tetapi tidak ada yang berani nekad, membuat perubahan
total.
Kita tahu laba atau revenue menipis, kita sadar bahwa bisnis jauh dari
kondisi sustain dimana disatu sisi muncul permasalahan baru dimana perkembangan
teknologi, demografi dan populasi menuntut lain.
Coba kita ambil contoh perubahan media cetak ke digital yang dilakukan
oleh pihak Huffington post dimana di tahun 2012 mengumumkan bahwa medianya akan
go online saja. Redesign proses bisnis ini dibilang sangat radikal atau berani
dibandingkan perusahaan media sejenis lain yg memang melakukan perubahan tapi
secara bertahap terlepas apapun alasannya
Mencopot pejabat, pemain dengan konsep sistem yang tetap berjalan saat
ini akan lagi-lagi hanya membenahi namanya, bukan mendesain ulang. Dan untuk
itu perlu adanya sasaran yang beda, cara yang beda, koordinasi, nilai dan cara
komunikasi yang berbeda pula karena kita harus ingat bahwa ini abad 21 bukan
abad 20 lagi. Cara berbicara Gen Y sering tidak dimengerti oleh generasi
sebelumnya. Bisakah kita memaksakan cara pikir, bersikap, dan berbicara kita?
Konsep "Creative economy" yang lagi trend saat ini perlu didesign
secermat cermatnya bila ingin sukses dan untuk itu perubahan mau tidak mau
harus dijalankan dan kita harus berfikir terbalik atau paling tidak memandang
sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari yang ada sekarang. Perihal berfikir
terbalik ini pernah disinggung dan diajarkan oleh Bos atau atasan saya.
Dikalangan teman sekerja saya selalu menyebutnya Lao Gong karena banyak
hal-hal yang baik dan benar menempel
padanya dan itu otomati akan menjadi panutan bagi saya pribadi dengan segala
keunikan yang dimilikinya, karena tanpa sadar, saya mengikuti dia ini sudah
bertahun-tahun dan ternyata keunikan tersebut yang membuat saya makin respect
dan paham jalan pikiran yang dimilikinya atau Lao Gong ini.
Era kapitalisasi pelanggan yang mana dalam abad 21 ini kontrol
sesungguhnya adalah milik pelanggan. Kekuatan sudah bergeser dari yang dulunya
dipegang oleh penjual dan kemudian berpindah menjadi ditangan para pembeli.
Untuk menguasai pasar, organisasi perlu terus menerus menyediakan beragam nilai
tambah baru dan menyajikannya kepada para pelanggan sehingga dalam dunia yang
baru ini model management abad 20 yang melibatkan kontrol ketat kepada para
pekerja dan mengukur setiap hasil yang diproduksi (process oriented) tidak lagi
tepat dan produktif. Gaya kepemimpinan yang fokus pada penekanan prosedur jelas
jelas sudah sangat ketinggalan karena untuk dapat menjawab beragam tantangan
organisasi dan kompetisi masa kini.
Para atasan harus membantu setiap orang di dalam organisasi berfokus
pada tujuan memukau pelanggannya ketimbang sekedar memperbaiki rantai proses
dan efisiensi. Dan untuk itu peran atasan maupun pemimpin otomatis bergeser
dari Controller menjadi Enabler untuk mengeluarkan energi dan talenta dari setiap
orang yang dipimpinnya agar mampu mengatasi beragam hambatan yang muncul. Para
atasan atau pemimpin perlu menciptakan fokus yang lebih jelas pada substansi
permasalahan organisasi sehingga anak buahnya dapat bergerak degan lebih
terarah untuk mencapai tujuan. Dinamika kelincahan berinovasi harus menjadi
kultur baru. Pencerahan dalam mencari solusi perlu dilakukan semua orang dan
bersemangat menemukan jalan keluar yang out of the box. Pekerjaan dikemas dalam
siklus-siklus yang lebih pendek dimana tujuan diarahkan pada yang diketahui
dapat memukau pelanggan. Kemajuanpun perlu diukur terus menerus dilakukan melalui masukan pelanggan atau orang luar secara langsung yang mana para
pemangku pekerjaan memegang tanggung jawab penuh kepada hasil dari pekerjaan
ini.
Ketimbang menspesifikan seluruh aktifitas proses secara detail lebih
baik menspesifikan hasil yang diinginkan dari proses tersebut untuk kemudian
memberikan kebebasan pada individu untuk bereksperimen dan berinovasi (end
result oriented) karena bila semua hal tersebut dilakukan berarti kita
benar-benar sudah melakukan proses transformasi total.
Salam Revolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar