[19/5/08]
KPPU berdalih kasus tersebut tidak masuk ranah UU Anti Monopoli. Namun KPPU menemukan fakta bahwa bisnis MNC tidak hanya bergerak di bidang penyiaran. Persoalan baru yang bakal melilit holding company yang dipimpin Harry Tanoesoedibjo.
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) bisa bernafas lega. Pasalnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan tidak melanjutkan pemeriksaan dugaan kepemilikan silang (cross ownership) MNC di industri pertelevisian Tanah Air. “Berdasarkan hasil rapat komisi 6 Mei lalu, kasus ini dinyatakan tidak ada indikasi pelanggaran soal kepemilikan saham,” jelas A. Junaidi, Direktur Komunikasi KPPU pekan lalu (13/5).
Sebelumnya MNC diduga melanggar Pasal 27 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Pasal itu menyebutkan, “pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: (a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; (b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.
Adalah Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) yang mempersoalkan kepemilikan MNC atas tiga stasiun teve swasta, yakni RCTI, TPI dan Global TV. Oktober 2007, MPPI melayangkan somasi terbuka kepada sejumlah pihak, antara lain: Menteri Komunikasi dan Informatika, Ketua Komisi I DPR (bidang informatika, pertahanan, dan luar negeri), Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ketua Bapepam-LK, Ketua KPPU, serta ketua-ketua KPI Daerah. Salah satu butir somasinya adalah menuntut pihak-pihak yang disomasi untuk menelusuri kepemilikan MNC di tiga lembaga penyiaran swasta yang disebutkan tadi.
Somasi itu lantas ditanggapi oleh pemerintah dengan membentuk tim gabungan pengkaji 13 aturan kepemilikan modal. Tim yang anggotanya sebagian besar pihak yang disomasi tadi plus Bursa Efek Indonesia (BEI) -dulu BEJ- tersebut bertugas mencari pengertian yang tepat tentang dominasi kepemilikan modal.
Pengertian tentang kepemilikan modal, termasuk kepemilikan silang, memang berbeda-beda di setiap peraturan. Misalnya, dalam UU Anti Monopoli pengertian kepemilikan silang terkait dengan kepemilikan pelaku usaha pada beberapa entitas bisnis di pasar bersangkutan atau pada jenis usaha yang sama (Pasal 27 UU Anti Monopoli). Sedangkan dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran, kepemilikan silang terkait dengan kepemilikan pelaku usaha pada berbagai jenis media yang berbeda (Pasal 18 ayat [2]). Pengertian kepemilikan silang lainnya dapat ditemui dalam UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. (Lihat tabel)
Pasal 18 UU Penyiaran
Ayat (1)
Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi.
Ayat (2)
Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.
Salah satu alasan itulah yang membuat KPPU tidak menindaklanjuti somasi MPPI. Komisioner KPPU Tresna P. Soemardi kepada hukumonline mengatakan kasus MNC lebih banyak masuk dalam ranah UU Penyiaran, dan bukan UU Anti Monopoli. “Perkara ini lebih banyak substansi saran kebijakan kepada pemerintah ketimbang terbukti anti persaingannya. Lebih banyak 'rumah tangga' Depkominfo,” ujarnya belum lama ini.
Kasus itu, sambungnya, baru bisa ditangani oleh KPPU jika sudah ada kesamaan persepsi tentang pengertian kepemilikan silang, antara UU Penyiaran dengan UU Anti Monopoli. Maka dari itu, rapat majelis komisi merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperbaiki beleid tentang kepemilikan silang. “Kalau ini dibiarkan, berpotensi menimbulkan masalah mulai soal pemilihan frekuensi berlebihan dan sebagainya,” tegas Tresna.
Selain itu, menurutnya visi Depkominfo soal kepemilikan saham di media tidak jelas. “Apakah mau ke arah kepemilikan tunggal (single present policy –SPP) atau bebas?” tanyanya. Namun, ia yakin ke depan industri telekomunikasi akan mengarah pada SPP seperti perbankan.
Alasan lainnya kasus ini dihentikan, kata Tresna, adalah secara penguasaan pangsa pasar (market share) dan iklan, ketiga stasiun teve (RCTI, TPI dan Global TV) tersebut masih jauh di bawah 50 persen. “Jadi, secara conduct kita coba crosscheck satu sama lain. Mereka masih bermain sendiri-sendiri, tidak ada yang saling menjatuhkan,” jelasnya.
Bukan Hanya di Penyiaran
Kemudian, jika dilihat akta pendirian perusahaan yang dipimpin oleh Hary Tanoesoedibjo ini, MNC tidak hanya bergerak di bidang penyiaran saja, melainkan induk usaha (holding) yang bermacam-macam jenis usahanya.
Nah, dari sinilah Depkominfo sebetulnya bisa menyelidiki MNC. Soalnya, Pasal 16 ayat (1) UU Penyiaran menyebutkan, “lembaga penyiaran swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi”. Faktanya seperti kata Tresna tadi, usaha MNC bukan hanya bidang penyiaran saja, tapi juga merambah ke bidang usaha lain.
Pasal 20 UU Penyiaran
Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran
Masalah itu sebenarnya juga dikemukakan MPPI dalam somasinya. Menurut Koodinator MPPI Kukuh Sanyoto, tindakan MNC yang menguasai tiga lembaga penyiaran swasta sekaligus, melanggar UU Penyiaran. Alasannya, MNC adalah badan hukum yang menyelenggarakan bidang usahanya bukan di bidang jasa penyiaran televisi.
(Sut/Rzk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar