Senin, 02 Februari 2009

Politik Harry Tanoe Tinggalkan Adam Air

Edisi 92 / Tahun II / Tanggal 24 Maret - 30 Maret 2008

Kinerja buruk Adam Air membuat GTS hengkang. Harry Tanoe pun berancang-ancang meluncurkan dua maskapai penerbangan regular.
Maret 2007, taipan Harry Tanoesoedibjo dikabarkan mengincar maskapai penerbangan Adam Air. Ketika itu, pemilik kelompok usaha Bhakti Investama tersebut dikabarkan akan mengakuisisi 50 persen Adam Air.

Direktur Utama Adam Air Adam Adhitya Suherman mengaku Adam Air sedang dilirik serius oleh 4-5 perusahaan. Menurutnya, dari 4-5 perusahaan yang berminat terhadap Adam Air, 2-3 perusahaan tersebut merupakan perusahaan investasi lokal. Adam juga mengatakan, perusahaannya memang tengah membuka pintu terhadap calon investor.

Sementara itu, kelompok usaha Bhakti yang dimiliki oleh Harry Tanoe, telah memiliki perusahaan penerbangan carter PT Indonesia Air Transport Tbk (IAT). Kepemilikan di IAT tersebut melalui anak usaha Bhakti, Bimantara Citra.

IATR sendiri sebelumnya menangani urusan angkutan udara untuk keperluan kargo, medevac, eksekutif, penambangan lepas pantai, dan pemetaan. Pesawat yang tersedia bervariasi, termasuk Beech Craft 1900, Dassault Falcon 20F, Fokker F-27 - 500/600, dan Fokker 50, Short SC-7 Skyvan/Skyliner, Falcon 20, SA 365 C2 Dauphin Helicopter, SA 365 N, SA 350 BA Ecureuil Helicopter, serta Bell 212 (IFR)

April 2007, Bhakti Investama melalui PT Global Transport Service, membeli 50 persen saham Adam Air. Namun, bergabungnya GTS bersama Adam Air tak berlangsung lama. Medio Maret 2008, Harry Tanoe hengkang meninggalkan Adam Air. Mengapa? GTS akan segera meluncurkan dua maskapai penerbangan reguler. Dua maskapai itu adalah Eagle Air Trans Service dan Indonesia Air Transport (IAT).

Direktur Utama Global Transport Service Hartono Tanoesudibjo mengatakan, Eagle Air akan masuk ke penerbangan reguler dengan konsep full service. "Sedangkan IAT yang sekarang merupakan penerbangan sewa, akan dikembangkan menjadi reguler," ujarnya usai menandatangai MoU dengan Badan Diklat Pelatihan Departemen Perhubungan, di Jakarta, 24 Januari silam.

Eagle Air ditargetkan akan dapat mulai beroperasi pada September 2008i. "Kita masih mempersiapkan segala sesuatunya untuk maskapai ini," ujar Hartono. Selain akan melayani rute domestik, Eagle Air juga akan bermain di rute internasional seperti Australia dan Singapura.

Namun demikian, Hartono belum bersedia menyebutkan jumlah investasi yang dikeluarkan untuk meluncurkan penerbangan ini. Rencananya, Eagle Air akan mendatangkan 25 unit pesawat JRJ-900 dan 16 unit Boeing 737-800 Next Generation. Menurut Direktur Teknik Global Transport Service Suryanto Cahyono mengatakan, Global membutuhkan sekitar 75 hingga 100 orang pilot untuk penerbangan Eagle Air dan IAT. "Indonesia secara keseluruhan memang kekurangan pilot, karena itu kita kerjasama dengan Dephub," ucapnya.

Dalam kerja sama ini, Global Transport Service akan mendatangkan simulator pelatihan pilot. "Rencananya 2009 didatangkan satu unit untuk level D,". Menurut Suryanto, Indonesia saat ini setidaknya membutuhkan 300 orang pilot per tahun. Keterbatasan sumber daya manusia, sambungnya, menjadi kendala untuk menyelenggarakan penerbangan yang baik. Inikah model politik Harry Tanoe dalam membangun bisnisnya? (tim laput).
Sang Taipan HARY TANOE

Ia adalah salah satu konglomerat Indonesia yang awal bisnisnya dari saham.
Nama lengkap Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo lebih terkenal dengan Hary Tanoe.
Lahir 26 September 1965.

Mengawali bisnis pada usia 25 tahun, setelah lulus dari Ottawa University, Kanada dengan gelar Master of Business Administration. Sejak kuliah, Hary akrab bermain saham di bursa Toronto. Disini ia mengenal penyandang dana atau investor2 kakap dunia.

Modal awal Rp 200 juta pinjam dari ayah, mendirikan perusahaan sekuritas PT Bhakti Investama, di Surabaya. Tak lama kemudian hijrah ke Jakarta, memasukkan Bhakti ke Bursa Efek Jakarta.

Ia banyak terlibat dalam kegiatan investment banking serta aksi merger dan akuisisi. Perusahaan2 bermasalah diborong, dengan harga murah, diperbaiki, lalu dijual. Dari sinilah ia memperbesar bisnisnya. Ia piwai membaca peluang dan mencari sumber dana.
Aksi akuisisinya jarang menggunakan dana sendiri. Ekspansi bisnisnya dengan cara mencari dana dari publik melalui penawaran saham ataupun melalui konsorsium.

Harry Tanoe mempunyai akses modal yang sangat luas diluar negeri, Korea, Cina, Singapura, Hong Kong sampai AS. Ia mengundang fund manager George Soros , Soros sempat memiliki 14,5% saham Bhakti Investama. Investor2 global juga masuk ke Bhakti Investama, Morgan Stanley Co.Inc, Capital Middle East Ltd dari Timur Tengah, Cartier Fund dari AS. Didukung fund manager global, ia dengan mudah menghimpun dan membuka akses modal dari berbagai pihak.

Ketika masuk Ke Bimantara tahun 2002, ia tidak membentuk konsorsium maupun melakukan pinjaman. Modalnya dari dari keuntungan dalam kegiatan investment banking.
Para Manajer di Sekitar Hary Tanoe

Ada sejumlah eksekutif di sekeliling Hary Tanoesoedibjo. Di antara mereka, ada empat yang menempati posisi-posisi kunci. Mereka adalah Hary Djaja, Hidajat Tjandradjaja, Stephen K. Sulistyo, dan Beti Puspitasari Santoso. Keempatnya memiliki kesamaan, yakni memiliki latar belakang dunia keuangan—beberapa malah mantan bankir. Apa saja jabatan mereka? Apa pula yang mereka lakukan di grup bisnis milik Hary Tanoe?


Hary Djaja, Direktur Utama PT Bhakti Investama Tbk.

Dipercaya memimpin PT Bhakti Investama Tbk. sejak 2002, Hary Djaja, 48, menjadi sosok penting di balik banyak keputusan strategis yang diambil Hary Tanoesoedibjo. Salah satunya adalah yang baru dilakukan Hary Tanoe, yaitu menambah kepemilikan sahamnya di PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP), PT Bimantara Citra Tbk.—yang kini berganti nama menjadi PT Global Mediacom Tbk.―hingga pembelian 50% saham di perusahaan penerbangan AdamAir. Aksi yang terakhir ini menempatkan Hary Tanoe sebagai pemain yang pantas diperhitungkan dalam bisnis penerbangan di Indonesia. Sebab, sebelumnya Bhakti sudah memiliki PT Indonesia Air Transport Tbk. (IAT), yang mengelola jasa carter pesawat.

Sebelum memimpin Bhakti Investama, Hary Djaja telah ikut mengelola PT Bhakti Capital Indonesia Tbk. sebagai direktur utama selama dua tahun, sejak 2002. Pria yang mengantongi gelar dokter gigi dari Universitas Airlangga ini adalah juga pemegang saham mayoritas di PT Bhakti Asset Management. Sama halnya dengan Hary Tanoe, lelaki ini juga telah menggeluti dunia pasar modal dan pasar uang sejak tahun 1988, atau empat tahun sesudah ia menamatkan kuliahnya di Surabaya pada 1982. Kini, selain di Bhakti, Hary Djaja juga didapuk menjadi komisaris di PT Media Nusantara Citra (MNC) sejak tahun 2004, selain juga menjabat komisaris di beberapa anak usaha milik Bhakti, seperti PT Bhakti Capital Indonesia Tbk.


Hidajat Tjandradjaja, Wakil Presdir PT Global Mediacom Tbk.

Hidajat, kelahiran Jakarta tahun 1959, adalah salah satu eksekutif penting di balik sukses banyak ekspansi bisnis yang dilakukan Hary Tanoe. Khususnya, untuk ekspansi bisnis yang dilakukan lewat PT Bimantara Citra Tbk., yang kini berubah nama menjadi PT Global Mediacom Tbk. Sebab, meski baru bergabung di Bimantara pada 2001 sebagai wakil presdir, toh sederet jabatan penting langsung disandang mantan bankir ini. Baru setahun bergabung, misalnya, mantan wakil direktur pengelola PT Bank Internasional Indonesia Tbk. ini langsung didapuk untuk memimpin ekspansi bisnis media yang ingin dibesarkan Hary Tanoe lewat beberapa anak usaha yang ketika itu masih di bawah PT Bimantara Citra Tbk. Mulai dari menjadi komisaris di PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sejak tahun 2002, hingga memimpin PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) selama tiga tahun sejak 2003 sebagai direktur utama. Bahkan, terakhir, Hidajat ditempatkan sebagai komisaris di PT Media Nusantara Citra (MNC), yang membawahkan seluruh bisnis media milik Hary, mulai dari TV, radio, koran, hingga tabloid.

Tak cuma di bisnis media, Hidajat pun dipercaya Hary Tanoe untuk memimpin ekspansi bisnis telekomunikasinya lewat PT Mobile-8 Telecom, yang mengusung teknologi selular CDMA2000 1X EV-DO dan berada di bawah payung PT Global Mediacom Tbk. Perjalanan Mobile-8 Telecom saat akan meluncurkan produknya, Fren, ke pasar memang sempat terseok-seok.

Meski tak mengantongi pengalaman mengelola bisnis telekomunikasi, apalagi teknologi informasi (TI), toh Hidajat berhasil membuktikan kemampuannya. Tahun lalu, misalnya, Mobile-8 berhasil membukukan laba bersih Rp35 miliar. Ini adalah pertama kalinya sejak perusahaan ini meluncurkan produknya ke pasar sekitar empat tahun lalu. Padahal tahun 2005 Mobile-8 masih mencatat kerugian sebesar Rp286 miliar. Prestasi ini diraih lewat kerja keras mereka mendongkrak pertumbuhan pelanggannya dari 790.000-an (2005) menjadi 1,82 juta pada akhir 2006. Melihat perkembangan tersebut, tak heran jika Hidajat mematok target 12 juta pelanggan Fren pada 2010.

Selain itu, pria yang memulai kariernya sebagai bankir di Chase Manhattan Bank ini pun masih ikut mengelola bisnis telekomunikasi Hary Tanoe lainnya, seperti PT Infokom Elektrindo, yang menyediakan jasa content provider, dan PT Elektrindo Nusantara. Namun, pada dua perusahaan tersebut, alumnus University of New South Wales, Sydney, Australia, tahun 1981 ini cuma menjabat sebagai komisaris.


Stephen K. Sulistyo, Presdir PT Global Informasi Bermutu (Global TV)

Selain Hidajat, lelaki kelahiran Surabaya tahun 1964 ini juga termasuk sosok penting lainnya di balik berbagai bisnis milik Hary, termasuk bisnis media. Meski baru ikut menangani bisnis ini sejak menjabat sebagai direktur PT Media Nusantara Citra (MNC) pada 2004, Stephen yang mengantongi gelar sarjana akuntansi dan keuangan dari California State University Northridge, AS, ini dipercaya Hary Tanoe untuk mengurus bisnis media. Sederet jabatan penting diemban Stephen, seperti presdir PT Global Informasi Bermutu (Global Teve) sejak 2004, dan komisaris PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mulai 2005.

Bersama sejawatnya, Artine Savitri Utomo, yang menjabat sebagai direktur pengelola (CEO) TPI sejak tahun 2003, Stephen bahu-membahu memperbaiki kinerja TPI. Seperti Hidajat, Artine pun sebelumnya sempat berkarier sebagai bankir di Bank Internasional Indonesia (BII), dan menjabat presdir BII Finance (1993–2000). Lewat tangan Stephen dan Artine, tahun lalu tiga media TV milik Hary Tanoe, termasuk TPI, sukses meraup Rp4,8 triliun. Ini berarti lebih dari 30% total belanja iklan TV nasional.

Kerja sama yang apik ini cuma satu dari sekian banyak hasil yang dicapai keduanya, mengingat bahwa baik Stephen maupun Artine adalah direktur di MNC, yang menjadi induk seluruh bisnis media milik Hary Tanoe. Di luar MNC, Stephen pun menjabat sebagai direktur di PT Bhakti Investama Tbk., perusahaan investasi yang didirikan Hary Tanoe sejak tahun 1992 dan kini menjadi “mesin uang” Hary untuk membesarkan usahanya.

Sebelum bergabung dengan Hary Tanoe, Stephen adalah salah seorang eksekutif kunci di Grup Centris, sebuah kelompok usaha yang didirikan oleh pengusaha asal Bandung, Ade Suherman. Bisnis Grup Centris, antara lain, properti, perbankan, dan jasa transportasi (taksi).


Beti Puspitasari Santoso, Direktur Keuangan dan Administrasi PT Rajawali Citra Televisi Indonesia.

Bankir lainnya yang direngkuh Hary Tanoe untuk membesarkan usahanya adalah Beti P. Santoso. Sejak mengakhiri kariernya sebagai bankir di Bank Dagang Negara Indonesia pada 1995, wanita kelahiran Cirebon tahun 1959 ini memilih bergabung dengan PT Bhakti Investama Tbk. Beti memulai kariernya sebagai associate director di PT Bhakti Investama Tbk. pada 1996. Lalu, sejak 2002 ia ditunjuk menjadi dirut PT Bhakti Capital Indonesia Tbk.

Di luar karier profesionalnya sebagai eksekutif di bidang keuangan, wanita yang meraih gelar sarjana ekonomi dari Universitas Parahyangan, Bandung, ini juga aktif berorganisasi. Ia adalah mantan Komite Usaha Kustodian Sentral Efek Indonesia (2002–2004), dan kini menjabat sebagai ketua umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI). Selain di Bhakti, Beti masih harus ikut mengurusi bisnis Hary Tanoe yang lain, yaitu PT Media Nusantara Citra. Persisnya, Beti menjabat sebagai direktur keuangan dan administrasi di RCTI. (Tim Laput dari berbagai sumber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar