Rabu, 24 Oktober 2012

Fenomena Tv Berbayar di Indonesia




Paling tidak dalam dua dekade terakhir, televisi menjadi hiburan dan sumber informasi paling utama bagi keluarga di Indonesia. Dari mulai menonton berita sampai sepakbola, dari menikmati film sampai referensi menu makan malam. Hal ini makin menguat manakala saluran televisi berbayar mulai merambah ruang tontonan televisi keluarga Indonesia.

Sejak itu, acara-acara eksklusif dari saluran televisi luar negeri, yang tidak bisa disediakan oleh stasiun televisi lokal, menjadi semakin dibutuhkan. Masalah yang muncul kemudian adalah bagaimanakah para orang tua memberi perlindungan bagi anak-anaknya yang masih kecil agar tidak ikut-ikutan menonton acara “khusus dewasa”, tapi tetap bisa menikmati acara-acara bermutu yang sesuai dengan usia mereka sehingga persaingan di bisnis TV berlangganan yang mulanya tenang, kini mendadak memanas. Kehadiran beberapa provider TV berbayar, kontan membuat bisnis yang tingkat penetrasinya tergolong sangat lamban ini, berubah secara cepat.

Bertahun-tahun lamanya masyarakat dimanjakan oleh berbagai siaran langsung dan gratis dari saluran TV nasional. Masyarakat selama ini tidak tahu bagaimana sebuah stasiun televisi jatuh bangun mendapatkan hak siar dan bagaimana menutupinya dengan pendapatan hanya dari iklan. Menghadirkan siaran langsung di televisi nampaknya telah menjadi sebuah harga mati bagi tiap stasiun TV untuk tetap mempertahankan rating.

Pada tahun 2007, masyarakat dihebohkan oleh isu hak siar Liga Inggris yang tak lagi didapati oleh satupun TV terrestrial, melainkan sebuah TV berlangganan. Reaksi yang berbeda-beda pun timbul dari masyarakat. Bagaimana tidak, bertahun-tahun masyarakat dapat menonton siaran olah raga secara live, khususnya sepak bola, dengan gratis, sekarang harus melalui TV berlangganan.

Sejak saat itulah pertumbuhan pelanggan TV berbayar di Indonesia mengalami peningkatan. Masyarakat yang semula tidak begitu tahu mengenai TV berlangganan, sekarang sudah mendapat informasi lebih, karena begitu banyak diekspos oleh media massa. Efeknya, semakin banyak yang ingin mencoba TV berlangganan.

Sekalipun TV berlangganan memang masih baru di Indoesia khususnya dibidang satelit, seringkali kita bingung menentukan pilihan tentang tv berbayar yang cocok dengan keuangan,channel dan acara yang ditawarkan, kualitas gambar, dan layanan jika terjadi kerusakan sekalipun sebagian masyarakat penikmat film mungkin sudah tidak asing lagi dengan chanel HBO, Cinemax atau MGM. Bagi mereka yang memantau berita, channel CNN, ABC atau Bloomberg TV mungkin sudah menjadi menu sehari-hari. Masih ada lagi channel cartoon network, dan baby TV bagi anak-anak.

Saluran televisi di atas memang tidak bisa dilihat TV reguler di tanah Air. Masyarakat hanya bisa menikmati di gelombang TV berbayar. Ya layanan itulah yang ditawarkan oleh para provider Tv berbayar di Indonesia karena bermain di segmen TV berbayar memang menggiurkan. Dari sederet nama seperti TelkomVision, atau Aora TV, hanya First Media yang sudah mencatatkan sahamnya di lantai bursa.

Namun komparasi keduanya bak langit dan bumi. Pasalnya, First Media hanya menggunakan teknologi kabel, sementara Aora TV menggunakan satelit. Jelas terlihat First Media akan kesulitan menjangkau konsumen di daerah-daerah.

Apalagi, dalam satu dekade terakhir, pemerintah sudah menutup keran izin TV reguler berjaringan nasional. TV one saja yang muncul belakangan harus rela mengakuisisi Lativi untuk mendapatkan pengakuan sebagai TV nasional dan walhasil selain TV lokal, pasar TV berbayar semakin menjadi medan magnet besar bagi siapapun yang bermain di segmen ini.

Sebagai negara keempat terbesar di dunia dengan jumlah penduduk 248 juta jiwa, data CIA World Factbook menyebutkan, Indonesia memiliki 50 juta pemirsa TV, di mana 4 persennya merupakan pelanggan TV berbayar. Pyramid Research memperkirakan jumlah pengguna TV berbayar di Indonesia akan mencapai 7 persen pada tahun 2015.

Lalu pertanyaan berikut adalah bagaimana agar pay tv agar bisa terjangkau masyarakat?, banyak komponen yang terkait salah satunya adalah agar bisa menekan harga decoder supaya bisa terjangkau market, caranya caranya hanya dengan teknologi ataupun skala ekonomi . Karena teknologi harus diciptakan bagaimana decoder harganya sangat murah, ini yang dipelajari. Selain itu dari sisi content, saat ini untuk pay tv sekitar 90%, masih dikuasai content asing, ternyata berat bila ingin bermain besar-besaran, sehingga harus banyak menggunakan content lokal atau in house bila ingin menjalankan strategi low cost, kemudian berapa sih harga ideal bagi sebuah Setup Box atau decoder?, menurut saya dengan skala ekonomi dan teknologi seharusnya decoder bisa dijual dengan harga Rp 150 ribu-200 ribu, dimana para operator TV berbayar tersebut harus giat didalam melakukan searching dan hunting untuk menetapkan strategi low cost”, karena kalau hanya bermain 1 juta atau 2 juta, itu terlalu kecil buat tv berbayar. Contohnya Cina dan India, pelanggannya sangat besar. Di Cina jumlah pelanggan pay TV tahun lalu sudah mencapai 192 juta, sedangkan India 115 juta pelanggan dengan jumlah penduduk 1 miliar.

Kalau di Indonesia bisa 25 juta pelanggan dengan ARPU Rp 30 ribu, sudah terlihat hasilnya. Di Cina dan India tahun 2010, ARPUnya hanya US$ 4, sedangkan di Indonesia masih US$ 11. Di Indonesia bila pelanggannya bisa 30 juta, dengan ARPU Rp 20 ribu/bulan, sudah tergambar Rp 600 miliar/bulan. Bila memiliki pelanggan sebesar itu, semua advertising akan datang ke operator TV berbayar tersebut.

Selain itu, dari sisi partnership, harusnya para operator TV berbayar di Indonesia harus bersiap untuk  berpatners dengan mitra yang ingin win-win dan bisa membuat operator TV berbayar tersebut menjadi besar. Modelnya bisa beragam, bisa dalam hal marketing , content atau investasi, karena risikonya tinggi bila harus menggulung volume dalam jumlah besar. Sebab nantinya pay TV tidak hanya mengandalkan dari ARPU tapi juga revenue dari advertising dan sebagai contoh untuk tahun ini pendapat advertising baru sekitra 10% dan ditargetkan bisa mencapai 50% dan niscaya bila strategi low cost diterapkan, saya belum menghitung biaya termurah untuk berlangganan tv berbayar, tapi nantinya TV berbayar tersebut akan bisa mudah didapat oleh masyarakat, dengan harga yang yang terjangkau dan juga mudah instalasinya. Bahkan suatu saat paket ini bisa di dapat di mini market terdekat seperti Indomaret atau Alfa maret.



1 komentar:

  1. Hi Julian,

    I find your article on real estate development in Jakarta area, especially about Jonggol, very resourceful. The article is "Perkembangan Restrukturisasi Kredit Macet Grup Bimantara". How reliable is the data? Could you please provide more color on Jonggol are?

    Best,
    Nicole

    BalasHapus