Sistem Komunikasi Satelit adalah salah satu sarana atau infrastruktur yang dapat digunakan untuk aplikasi broadband multimedia. Dalam dunia sistem komunikasi satelit, frekuensi C-band telah lama digunakan dan saat ini telah penuh. Dan telah lama pula dunia menerapkan frekuensi Ku-band untuk sistem komunikasi satelit karena dengan frekuensi ini aplikasi broadband bisa lebih baik digunakan (bandwidth lebih lebar). Selain keuntungan lainnya, yaitu terhindar dari interferensi dengan sistem microwave terestrial yang banyak memakai frekuensi C-band. Namun bagi Indonesia penggunaan frekuensi Ku-band ini memerlukan pengkajian yang cermat, karena frekuensi di atas 10 GHz. rentan terhadap hujan, terlebih hujan deras yang sering melanda Indonesia. Tulisan ini mengkaji kemungkinan pemakaian frekuensi Ku-band untuk sistem komunikasi satelit di Indonesia.
Pada tahun 1976, Presiden Suharto memberi nama Satelit Indonesia yang pertama dengan nama PALAPA. Pada saat itu Indonesia menjadi negara ketiga di dunia yang memakai satelit sebagai infrastruktur telekomunikasinya. Indonesia bisa berbangga hati dengan hal ini, karena negara tetangga kita Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand belum memperhatikan dunia persatelitan.
Memang secara geografis Indonesia yang terdiri dari pulau - pulau dan terbentang luas dari Barat sampai ke Timur, dari Utara sampai ke Selatan, layak mempunyai satelit untuk sistem komunikasinya. Karena dengan satelit liputan atau cakupannya luas, cepat proses penggelarannya (bandingkan dengan penggelaran serat optik yang harus menggali tanah), tidak tergantung pada kondisi alam, dan jarak.
Di kawasan Asia Tenggara/ Asia Timur penggunaan satelit untuk layanan komunikasi suara maupun data, saat ini Indonesia tidak sendiri lagi. Duapuluh tahun sejak tahun bersejarah 1976, Malaysia dan Thailand juga meluncurkan satelitnya sendiri, kemudian Singapura dan Taiwan secara patungan membuat satelit sendiri pada tahun 1998. Selain itu Hongkong mempunyai satelit juga, demikian pula Korea (Koreasat) dan Jepang (JCSAT). Ternyata, bahwa pita frekuensi yang digunakan pada komunikasi satelit juga mengalami perkembangan. Disamping penggunaan frekuensi "C-band", maka penggunaan "Ku-band" semakin populer, walaupun operator-operator satelit di Indonesia masih ragu akan kelayakan teknis penggunaan Ku - band tersebut.
Berkembangnya TV berlangganan di Indonesia baru dimulai pada era 90-an. Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada bulan Agustus 1988. Walau begitu, dibawah Skyvision –anak perusahaan PT Media Nusantara Citra (MNC) – Indovision baru pertamakali diluncurkan pada tahun 1994. Sebagai pemain pertama dalam industri TV berlangganan, produk inipun belum mampu merambah pasar secara luas karena harganya yang masih mahal. Hingga, sebagian besar pelanggannya hanya masyarakat menengah ke atas. Kemunculan Indovision sebagai penyedia TV berlangganan pertama ini membawa pengaruh besar pada perkembangan dan sejarah TV berlangganan di Indonesia. Salah satunya adalah masuknya pemain-pemain baru. Buktinya, tidak lama setelah Indovision hadir di pasaran, PT Broadband Multimedia – kini bernama PT First Media – menghadirkan dua mereknya, yaitu Kabelvision.
Setelah hampir 5 tahun bersaing, akhirnya pada pada tahun 1999 muncul Telkomvision. Provider ini merupakan produk dari PT Indonusa Telemedia, yang merupakan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom Indonesia). Kemudian, PT Indosat Mega Media menyusul dengan meluncurkan produk televisi berlangganan sekaligus koneksi internet dengan merek dagang Indosat M2. Selanjutnya, pada 2006 muncul provider asal Malaysia dengan produk Astro yang dipegang oleh PT Direct Vision untuk wilayah Indonesia.
Hingga 2007, tercatat hanya ada lima pemain di industri televisi berlangganan yang sudah beroperasi, yaitu Indovision, Astro, First Media, IM2 dan TelkomVision. Namun, kini jumlah tersebut telah bertambah. Jumlah perusahaan yang telah mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) jasa televisi berbayar sudah berkembang dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya.
Beberapa perusahaan baru itu diantaranya adalah PT Nusantara Vision (Oke Vision), PT Media Commerce Indonesia (B-Vision), PT Cipta Skynindo (I-Sky-Net), PT Global Comm Nusantara (Safuan TV), PT Mentari Multimedia (M2TV) serta PT Karya Megah Adijaya (Aora TV yang sebelumnya memiliki izin nama Citra TV). Namun, sejak tanggal 20 Oktober 2008, Astro menghentikan siarannya di Indonesia karena berakhirnya lisensi penggunaan merek dagang Astro.
Sampai hari ini layanan TV berbayar telah dihiasi oleh berbagai provider yang mengklaim layanannya adalah TV berlangganan terbaik atau TV berlangganan murah. Dengan munculnya berbagai layanan tersebut, para konsumen pun ditantang untuk selalu melakukan perbandingan harga TV berlangganan dan layanan yang ditawarkan. Untuk menggaet pelanggannya, tidak jarang saat ini banyak layanan TV berlangganan yang memberikan promo menggiurkan dari paket-paket yang ditawarkan. Perkembangan TV berbayar di Indonesia pun semakin bersinar.
Hadirnya operator TV berlangganan di Indonesia memberikan alternatif baru bagi masyarakat untuk memilih acara-acara yang menarik yang ditawarkan seperti HBO, ESPN, Fashion TV, Discovery Channel, CNN, dan lain-lain. Pay TV juga menawarkan kenyamanan lebih dalam menonton TV dengan tidak adanya jeda iklan di sela-sela tayangan yang disajikan.
Pada tahun 2012 hadir Topas TV, yaitu televisi berlangganan yang diluncurkan di Bandung, Jawa Barat. Topas TV adalah bagian dari Grup Mayapada yang memiliki saham di bidang perbankan, multifinance, properti, media, retail, dan travel. Melalui siarannya, Topas TV menargetkan jangkauan pemasarannya meliputi semua kota-kota besar di Indonesia, hingga ke desa-desa terpencil.
Selanjutnya pada Maret 2013, melalui PT Digital Vision Nusantara, Kelompok Kompas Gramedia meluncurkan TV berbayar berbasis satelit bernama K-Vision. Dengan investasi sebesar Rp 1 trilun untuk peluncurannya, K-Vision mematok target 1 juta pelanggan pada tahun 2014 ini.
Di tahun yang sama, jalur voucher prabayar dijalani oleh PT Mega Media Indonesia, lewat merek dagang Orange TV. Sampai kini, Orange TV yang berbasis satelit memiliki siaran unggulan dengan mengantongi hak siar Liga Inggris (Barclay’s Premier League\BPL) selama musim pertandingan 2013-2014, dan 2015-2016. Saking popularnya hak siar BPL, siaran ini pun dimiliki beberapa layanan TV berlangganan lain. Sebut saja PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK) melalui layanan TV berbayar berbasis digital terestrialnya bernama Nexmedia, serta PT First Media Tbk.
Pada Oktober 2013, hadir Big TV, yaitu TV berlangganan yang berada dalam portofolio bisnis Lippo Grup dan dikelola oleh PT Indonesia Media Televisi (IMTV). Seakan tidak mau kalah, anak usaha PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), yakni PT Digital Media Asia meluncurkan TV berbayar berbasis satelit VIVA+ pada 22 April 2014. Dalam peluncurannya, diketahui investasi VIVA+ sekitar US$ 150 juta, dan target pelanggan dipatok 300.000 sampai 400.000 pelanggan hingga akhir 2014.
Walau mengalami perkembangan yang cukup berarti, perkembangan TV berlangganan di Indonesia masih rendah. Hal itu dikemukakan oleh hasil riset yang dilaporkan oleh Pricewaterhouse Coopers (PWC) pada 2013 yang melaporkan bahwa perkembangan industri televisi berbayar di Indonesia merupakan yang paling lambat di Asia. Sebab, industri ini hanya mampu penetrasi ke 3% rumah tangga atau sekitar 1,3 juta rumah di berbagai daerah pada 2010. Dalam riset ini, pertumbuhan pasar televisi berbayar di Indonesia hanya berkisar 2% per tahun, dan angka itu jauh di bawah Vietnam, Malaysia, bahkan Pakistan.
Sampai saat ini para pebisnis sektor TV berbayar (pay TV) tidak mau kehilangan peluang saat pasar masih merekah. Lihat saja, ratusan perusahaan telah mengajukan izin siaran TV berbayar kepada pemerintah. Perusahaan-perusahaan tersebut membidik pelanggan di sejumlah daerah.Perusahaan-perusahaan yang telah mengajukan izin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tersebut berencana berbisnis di Batam, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Bali, dan daerah lain. Mereka akan menawarkan layanan jasa TV berbayar kabel maupun satelit. Arya Mahendra Sinulungga, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Multimedia Indonesia (APMI), mengatakan, pasar TV berbayar di Indonesia sangat besar. Saat ini, dari total 60 juta rumah tangga pemilik TV, penetrasi TV berbayar baru 3%. "Jadi peluang untuk meraup pelanggan lebih banyak terbuka lebar," ungkapnya, Senin (21/11).
Berdasarkan hasil rekapitulasi penerimaan berkas pelaporan izin Lembaga Penyiaran Berlanggan (LPB) dari Kemkominfo. Sepanjang tahun 2011 hingga saat ini sudah ada sebanyak 195 perusahaan yang mengajukan izin. Arya menambahkan, maraknya pengajuan izin baru TV berbayar tersebut menandakan pasar TV berbayar tumbuh pesat. Ia memperkirakan, bisnis ini tumbuh 30% tiap tahun. Apalagi, pasar TV berbayar baru dikuasai segelintir pemain, termasuk Indovision, Telkomvision, serta First Media. Boleh uji coba Dari 195 perusahaan yang mengajukan izin tadi, sebanyak 77 perusahaan sudah berhasil mengantongi Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran (IPP Prinsip). Artinya, mereka telah melakukan uji coba siaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar