Sabtu, 04 Januari 2020

Disrupsi Industri Rokok......Betulkah?

Merokok menjadi kebiasaan sehari-hari masyarakat Indonesia. Seperti yang pernah dilansir oleh Tjiptadinata Effendi di Kompasiana, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Indonesia sebagai perokok aktif terbanyak ketiga di dunia dengan presentasi 65 juta perokok aktif, dibawah China dan India dengan masing-masing 390 juta dan 144 juta orang.

Bahkan riset Atlas Tobacco sebelumnya menyebutkan ada 84,8 juta jiwa perokok di Indonesia berpenghasilan kurang dari 20.000 per hari. 70 persen perokok di negeri ini berasal dari keluarga miskin.Ini sejalan dengan survey BPS tahun 2016 di mana rokok adalah komoditas yang menyumbang kemiskinan sebesar 10,7 persen di kota maupun desa. Prevalensi perokok laki-lakinya pun tertinggi di ASEAN. Data Komnas Perlindungan Anak, jumlah perokok berusia kurang dari 10 tahun ada 239.000 anak.19,8 persen mencoba merokok pertama kali sebelum genap berusia 10 tahun dan 88,6 persen mencoba di usia kurang dari 13 tahun. Kebanyakan anak-anak ini berasal dari keluarga ekonomi kurang mampu.

Lalu bagaimana data terbaru di 2018 dan 2019 ini?. Di tahun 2018 kemarin Indonesia mengadakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Hasilnya sebenarnya nggak jauh beda.Kementerian Kesehatan pernah mengungkapkan bahwa sebanyak 97.000.000 orang penduduk Indonesia telah terpapar asap rokok. Bahkan diprediksi angkanya lebih dari itu. Data ini berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Sementara jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja. Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2% menjadi 9,1% menurut paparan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), di kantor Kemenkes sebelumnya. Kajian Badan Litbangkes Tahun 2015 menunjukkan Indonesia menyumbang lebih dari 230.000 kematian akibat konsumsi produk tembakau setiap tahunnya.





Saya pernah membaca sebuah artikel dari Tim Honestdocs dimana mereka telah melakukan survei terhadap 10.559 responden mengenai penggunaan rokok di Indonesia. Responden yang berpartisipasi terdiri dari 72% pria dan 28% wanita yang sebagian besar tergolong usia produktif, yaitu 18-34 tahun. Dari seluruh responden yang terlibat, ternyata hanya 10% dari total responden yang aktif merokok. Perokok didominasi oleh kaum pria, baik dari usia produktif maupun tidak produktif, bahkan persentase perokok pria pada usia 45-54 tahun mencapai 72%.

Sementara itu jika dilihat secara keseluruhan (dari segala umur), sebanyak 50% pria punya kebiasan merokok dan hanya 26% wanita mengaku memiliki kebiasaan merokok. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2016, bahwa jumlah perokok pria lebih banyak daripada perokok wanita. Hal ini mungkin karena rokok dianggap sebagai tren dan standar kejantanan, sehingga pria lebih mudah tergoda untuk merokok.


Terlepas dari banyaknya jumlah pengguna rokok tembakau, Indonesia juga sebagai salah satu negara penghasil atau produksi rokok tembakau. Bahaya yang terkandung pada rokok tembakau tidak membuat pengguna rokok jera dan berhenti mengkonsumsi rokok tembakau.


“Riskesdas 2018 menunjukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen,” ujar Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), di kantor Kemenkes, Kamis. Kajian Badan Litbangkes Tahun 2015 menunjukkan Indonesia menyumbang lebih dari 230.000 kematian akibat konsumsi produk tembakau setiap tahunnya. Globocan 2018 menyatakan, dari total kematian akibat kanker di Indonesia, Kanker paru menempati urutan pertama penyebab kematian yaitu sebesar 12,6%.

Disamping banyak jumlah perokok aktif di Indonesia, saat ini terdapat fenomena baru rokok jenis elektrik yang muncul dalam lima tahun terakhir, rokok elektrik atau Vape sendiri berasal dari Negara China, sebagai alternatif dari rokok tembakau yang memiliki dan seperti yang kita ketahui bersama jumlah perokok di negara tirai bambu tersebut saat ini berjumlah lebih dari 300 juta orang.

Hingga kini rokok elektrik menjadi semakin popular akan tetapi produk ini tidak memberkan informasi secara detail tentang kandungan dalam rokok elektrik dan para produsen menklaim bahwa rokok elektrik lebih aman dibandingkan dengan rokok konvensional atau tembakau apabila saya ditanya maka saya akan menjawab lebih baik tidak merokok sama sekali.

Hadirnya rokok alternatif justru baik dalam menyajikan pilihan yang lebih menyehatkan bagi konsumen. Menurut penelitian, tak seperti konvensional yang mengandung tar, zat karsinogenik yang meningkatkan risiko kanker, rokok elektrik bebas dari tar. 

Lembaga kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris, Public Health England, dalam risetnya menyatakan, rokok alternatif menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen. “Jadi bukan nikotin yang jadi momok, karena zat itu hanya menyebabkan adiktif. 

Saat ini di industri rokok itu sendiri sudah terlihat gejala penurunan dan hal tersebut sudah pernah diakui oleh pihak Philip morris dimana terjadi penurunan laba bersih perusahaan hingga tergerus 2.1% sepanjang kuartal 1-2018 dan itu terjadi di beberapa negara besar seperti Amerika serikat dan Jepang. Berdasarkan laporan keuangan kuartalan yang dirilis, laba bersih PMI turun 2,1% menjadi US$ 1,56 miliar. Dalam periode yang sama di tahun sebelumnya, laba bersih PMI sebesar US$ 1,59 miliar.





Self Disruption Perusahaan Rokok
Kita sedang berada di sebuah era yang disebut era disrupsi, yaitu ketika hal-hal lama mengalami goncangan dan terancam hilang dari peradaban.  Kodak hilang terdisrupsi pasca kehadiran kamera digital. Jaringan Fujifilm di Indonesia juga hilang dan berganti menjadi gerai-gerai seven eleven.
Kondisi serupa bukan tidak mungkin juga akan terjadi pada industri rokok. Mungkin sudah waktunya para pelaku industri ini untuk memulai proses disrupsi terhadap dirinya sendiri.

Seperti yang pernah dilangsir oleh media online kompas.com, menurut Paul Riley, President East Asia & Australia Region Philip Morris International, kondisi yang terjadi di industri tembakau adalah tak ubahnya mendisrupsi diri sendiri. Maksudnya, industri tembakau berlomba-lomba menciptakan inovasi disruptif untuk menurunkan konsumsi rokok yang nyatanya berbahaya bagi kesehatan.

Secara umum Riley menggambarkan, apabila bisnis tidak berpikir tentang bagaimana terdisrupsi atau kesempatan mendisrupsi orang lain, maka akan ada tantangan yang menghadang. Disrupsi, sebut dia, nyata terlihat di Asia, misalnya industri ride-hailing dan sistem pembayaran digital yang masif.

Terbukti bahwa merokok merupakan hal yang membahayakan bagi kesehatan. Riley menjelaskan, ketika seseorang membakar rokok, maka akan ikut terbakar pula sekira 6.000 zat berbahaya. Namun, kebiasaan untuk merokok pun nyatanya sulit untuk dihentikan. Bahkan, sebuah studi yang dilakukan Philip Morris menemukan bahwa 9 dari 10 orang terus lanjut merokok. Oleh karena itu, imbuh Riley, pihaknya melakukan riset dan pengembangan selama bertahun-tahun guna menghadirkan produk pengganti rokok yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah. “Bertahun-tahun kami riset, banyak mengeluarkan investasi, kami dapat mengembangkan produk yang dapat menurunkan (risiko kesehatan) 90-95 persen dengan cara memanaskan tembakaunya,” ucap Riley.

Geliat industri rokok elektrik atau vape di Indonesia terus menunjukkan arah yang positif. Sebagai negara yang memiliki tingkat perokok aktif yang tinggi, Indonesia diyakini menjadi pasar yang sangat diperhitungkan di regional Asia dari produk alternatif tembakau ini. Hal ini terbukti dengan hadirnya produk JUUL di Indonesia melalui salah satu konglomerasi Gadget yaitu Erajaya Group, disusul oleh NCIG, Foom, QCLAWS dan kemudian disusul oleh produk STIG dari VGOD melalui salah satu group yang dikomandani oleh PT ACR Global Investment yang bermarkas di kawasan Sudirman Center jakarta pusat.

Saat ini industri vape masih merangkak. Diperkirakan 3 persen dari 60-70 juta perokok aktif di Indonesia atau sekitar 1-2 juta telah menjadi pengguna vape,” urai Aryo dari APVI. Perkembangan industri vapor semakin menggeliat, khususnya setelah produk ini dilegalkan oleh pemerintah, melalui pengenaan cukai pada likuid vapor.

Tak hanya itu, beberapa perusahaan rokok konvensional kini juga mulai memasuki industri ini. Seperti Phillip Morris International yang sudah melakukan peluncuran produk vape nya, IQOS. Perusahaan yang tergolong Big Tobacco ini menjadikan Jepang sebagai pasar yang ideal untuk produk tembakau heat not burn (HNB).

Lalu juga ada Japan Tobacco Inc yang awal tahun ini meluncurkan dua produk HNBm Ploom Tech + dan Ploom S. Hal ini dilakukan oleh Japan Tobacco untuk memperluas penggunaan produk HNP lantaran penggunaan rokok konvensional di Jepang mulai ditinggalkan.

Nah sekarang bagaimana dengan Indonesia terkait dengan rencana menurunkan jumlah perokok serta dampak perokok pasif yang ada saat ini?. Seandainya kita mau belajar dari Pemerintah Selandia Baru yang merekomendasikan rokok elektrik sebagai salah satu solusi bagi perokok untuk berhenti merokok.

Meskipun terdapat pelarangan di tempat-tempat umum, Departemen Kesehatan menilai rokok elektrik harus segera dikomunikasikan kepada publik sebagai produk yang lebih rendah risiko dibandingkan rokok. Setelah pemerintah Selandia selesai meluncurkan kampanye ini pada Agustus sebelumnya dimana sasaran utama dari kampanye ini adalah mereka para perokok dan terutama wanita muda Maori. Pemerintah juga menyiapkan laman khusus yang menawarkan informasi dan tips tentang rokok elektrik yang mulai ditayangkan pada bulan ini.

Target dari Pemerintah Selandia Baru saat ini dimana Perempuan Maori menjadi fokus utama karena tingkat merokok yang mencapai 32,5%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan total perokok di Selandia Baru yang sebesar 13,8%. Selain itu, kampanye ini juga untuk mencegah remaja di bawah usia 18 tahun agar tidak mengonsumsi rokok elektrik.

Kampanye ini pun semakin menandai perubahan sikap Departemen Kesehatan, yang sebelumnya sangat berhati-hati menetapkan rokok elektrik sebagai salah satu opsi untuk berhenti merokok."Vaping (rokok elektrik) dimaksudkan untuk menjadi pintu gerbang yang aman bagi perokok yang beralih dari rokok," kata salah satu juru bicara di laman tersebut, seperti dikutip dari stuff.co.nz.

Dengan derasnya arus perubahan di era disrupsi menerjang seluruh sendi kehidupan manusia, termasuk pola konsumsi dan kebiasaan manusia. Salah satunya adalah produk tembakau atau rokok yang perlahan mulai tersubstitusi oleh hadirnya rokok alternatif dalam rupa produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar (heat-not-burn/HNB).


Di saat seluruh Dunia saat ini sedang menghadapi fenomena disruption (disrupsi), situasi di mana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahannya sangat cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan baru. Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan disruptif. Dengan derasnya arus perubahan di era disrupsi menerjang seluruh sendi kehidupan manusia, termasuk pola konsumsi dan kebiasaan manusia. Salah satunya adalah produk tembakau atau rokok yang perlahan mulai tersubstitusi oleh hadirnya rokok alternatif dalam rupa produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar (heat-not-burn/HNB) bahkan menurut Profesor Antropologi Budaya King Fadh University of Petroleum and Minerals Sumanto Al Qurtuby dalam acara Bedah Buku karyanya yang bertajuk 'Polemik Rokok Konvensional dan Potensi Produk Tembakau Alternatif di Indonesia', dimana segala jenis produk atau jasa akan mengalami pasang-surut. Produk yang tidak bisa menyesuaikan perkembangan zaman akan ditinggali konsumen.

Polemik Rokok Konvensional & Potensi Produk Tembakau Alternatif Di Indonesia
Dia mencontohkan, kebiasaan orang untuk mengunyah sirih atau menghisap rokok lintingan sudah ditinggalkan seiring semakin populernya rokok konvensional. "Begitupun dengan apa yang terjadi saat ini - produk tembakau HNB mulai menggantikan rokok konvensional," tambahnya.

Hadirnya produk tembakau HNB tentunya bukan tanpa alasan. Faktor kesehatan menjadi pertimbangan utama. Pasalnya, rokok konvensional mengandung tar, zat karsinogenik yang meningkatkan risiko kanker. Lembaga kesehatan terpercaya seperti Public Health England (Inggris), sebuah badan kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris, dalam risetnya menyatakan, produk tembakau HNB mampu menekan atau menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen. "Jadi bukan nikotin yang jadi momok, karena zat itu hanya menyebabkan adiktif. Tapi kandungan tar dan karbon monoksida," ungkapnya.

Senada dengan Sumanto, dr. Prijanto Djatmiko Sp.KJ, perwakilan dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, menuturkan, rokok alternatif dinilai sangat membantu perokok aktif untuk mengurangi atau bahkan berhenti merokok. "Tentunya, hadirnya rokok alternatif mendorong perokok konvensional beralih sehingga akan memperbaiki kesehatannya," kata pakar kesehatan jiwa ini.

Besar harapan yang ada pada Pemerintah kita yang baru sekarang supaya lebih melek akan fakta-fakta medis terkait Rokok elektrik ini ketimbang hanya berdasarkan asumsi atau informasi yang tidak benar sebelum mengambil keputusan yang tepat nantinya, karena menurut saya Gelombang Disrupsi di Industri Rokok khususnya di Rokok Elektrik ini sudah tidak bisa ditahan lagi karena inilah masa depan industri Rokok kedepannya nanti sama seperti di 2004 industri berita cetak sudah terlihat penurunannya di Amerika sehingga salah satu konglomerasi Media di Indonesia mulai mempersiapkan platform New Media yang disebut www.okezone.com supaya disaat momentumnya matang dan Marketnya sudah siap maka platformnya bersamaan juga siap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar