Rabu, 29 Juli 2020

Apa kabar UU Penyiaran Kita....

Ilustrasi. Skema TV Digital. (adv)

Dunia saat ini

Kondisi global saat ini, implementasi Penyiaran TV Digital sudah dilaksanakan Lebih dari 98% negara-negara di dunia, atau sebanyak 112 negara telah migrasi ke digital. Dan negara tersebut telah total pula mematikan (switch off) tv analog ke tv digital. Seperti: USA (switch off tahun 2009), Jepang (Switch off tahun 2011), Korea, China, UK (Switch off tahun 2012), Brunai (Switch off tahun 2014), Malaysia, Singapore, Thailand, Philipine (Switch off tahun 2015). 

Perjalanan Indonesia Telah Melakukan Uji Coba Siaran Digital

Sesungguhnya Negara sudah melakukan investasi yang sangat sangat besar sejak 2007 dalam pembangunan infrastruktur TV Digital. 

LPP TVRI sendiri telah melakukan investasi pembangunan siaran TV digital sejak tahun 2007 dimana Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu meresmikan soft launching uji coba siaran digital pada tanggal 13 Agustus 2008 di Studio TVRI Jakarta, dan dilanjutkan oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu meresmikan siaran televisi digital pertama di Indonesia pada tgl. 20 Mei 2009 (8 tahun lalu) dan LPP TVRI memiliki channel siaran digital sebagai berikut :

  1. TVRI Siaran Digital – 1
  2. TVRI Siaran Digital – 2
  3. TVRI Siaran Digital – 3
  4. TVRI Siaran Digital – 4
  5. TVRI Siaran Digital – HD

Faktanya bahwa negara telah mengeluarkan biaya yang sangat besar dalam pembangunan infrastruktur di bidang penyiaran digital sejak tahun 2007 sebagai cara untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari migrasi ke penyiaran digital. 

Terbukti bahwa LPP TVRI  telah siap untuk menjadi penyelenggara infrastruktur penyiaran digital (multiplexer) di 32 Provinsi dari Aceh hingga Papua dan telah bersiaran sejak tahun 2009.

Direksi dan Dewan Pengawas serta Para Kepala Stasiun Daerah dari 29 Provinsi, pada tanggal 28 Agustus 2016 lalu saat Perayaan HUT TVRI ke 54, telah melaporkan kepada Menkominfo kesiapan LPP TVRI untuk mewujudkan digitalisasi penyiaran TV Digital di wilayah NKRI dan telah memenuhi kesiapan dalam melaksanakan imigrasi dari siaran analog / ASO (Analog Switch Off) ke siaran digital setiap saat sesuai aturan yang berlaku.

Perlu diperhatikan bahwa rencana awal dimulainya ASO di Republik Indonesia adalah pada tahun 2013 sesuai dengan road map pemerintah untuk dapat memenuhi bebas ASO secara global yang ditetapkan ITU sebelum 15 Juni 2016.

Rencana ini GAGAL TOTAL dengan alasan yang tidak jelas. Padahal dari fakta lapangan seperti dijelaskan pada Point-point diatas, seharusnya ASO di RI sudah dapat dilaksanakan pada tahun 2013, tetapi karena kemungkinan pengaruh faktor tertentu dan keseriusan para Pemangku kepentingan di bidang penyiaran belum maksimal, maka diundur lagi ke 2018 Dimana saat ini hampir semua negara telah mewujudkan ASO pada negaranya termasuk negara ASEAN tetapi Negara Republik Indonesia belum melaksanakannya.

Hal ini sudah menjadi pertanyaan publik, mengapa Republik Indonesia belum ASO walaupun sudah berinvestasi yang sangat besar? Sementara manfaatnya atau keuntungan-nya sangat besar kepada bangsa dan negara!. Sampai kapan rakyat ini terus dianggap bodoh dan dianggap tidak siap menghadapi kemajuan teknologi? 

Saya sangat mendukung sepenuhnya rancangan UU Penyiaran yang sedang dalam tahap pengharmonisasian di BALEG saat ini menetapkan ASO paling lama 3 tahun setelah UU Penyiaran ditetapkan, yang berarti jika Pemerintah melalui Kementerian KOMINFO bersungguh-sungguh mengejar ketertinggalan Negara kita dengan Negara luar seharusnya dapat terwujud lebih cepat dari 3 tahun. Penetapan ini sangat penting dilaksanakan dengan tegas, agar Pemerintah dan instansi terkait memasukan seluruh rangkaian program kerjanya secara tegas dalam blue print yang membutuhkan dukungan regulasi, SDM dan pembiayaan.

Saat ini banyak pelaku bisnis TV sangat mendukung sepenuhnya rancangan UU Penyiaran yang sedang dalam tahap pengharmonisasian di BALEG saat ini menetapkan ASO paling lama 3 tahun setelah UU Penyiaran ditetapkan, yang berarti jika Pemerintah melalui Kementerian KOMINFO bersungguh-sungguh mengejar ketertinggalan Negara kita dengan Negara luar seharusnya dapat terwujud lebih cepat dari 3 tahun. Penetapan ini sangat penting dilaksanakan dengan tegas, agar Pemerintah dan instansi terkait memasukan seluruh rangkaian program kerjanya secara tegas dalam blue print yang membutuhkan dukungan regulasi, SDM dan pembiayaan.

Adapun alasan dengan proses ASO lebih cepat dari 3 tahun adalah adalah sebagai berikut:

Sudah tersedia infrastruktur penyiaran TV Digital di seluruh RI tinggal melakukan


Yah Sudah Di UPGRADE saja

Akibat dari keterlambatan ini negara dirugikan sangat signifikan melalui digital dividen yang sangat besar dan pendapatan PNBP serta pembangunan pertumbuhan ekonomi dari desa / pinggiran RI.


Akibat dari keterlambatan ini negara dirugikan sangat signifikan melalui digital dividen yang sangat besar dan pendapatan PNBP serta pembangunan pertumbuhan ekonomi dari desa / pinggiran RI.

Adapun Jadwal awal Pembangunan Infrastruktur TV Digital dan ASO dari Pemerintah RI sebagai berikut:

Hadirnya RUU Penyiaran akan menjawab kenapa ASO tidak dapat dilaksanakan sedangkan Infrastruktur siaran TV Digital sudah terbangun di seluruh RI dan sudah diresmikan Presiden. Inilah selalu dasar perjuangan ATSDI ke semua instansi, berusaha mencari jawaban dari pertanyaan: Kenapa DPR RI tidak menyelesaikan revisi UU Penyiaran tersebut sejak tahun 2007 s/d 2017? 

Babak Baru Uji Coba Real TV Digital

Dilaksanakannya uji coba penyiaran digital sejak Juni 2016 lalu betapa telah membuka mata kita semua bahwa seharusnya hal ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu sehingga saat ini seharusnya manfaat digitalisasi telah bermultiplier effect bagi banyak industri, baik industri kreatif, ukm, dll di Indonesia dan bangsa kita akan jauh lebih maju dari negara asia lainnya.

Berikut adalah data uji coba Siaran Digital Indonesia sejak 15 Juni 2016 sd 15 Desember 2016, 16 Desember 2016 sd 15 Juni 2017: 

Jumlah kota ibu kota provinsi yang bersiaran uji coba sebanyak 17 ibu kota provinsi dari yang ditawarkan sebanyak 32 ibu kota provinsi oleh TVRI. Untuk jumlah peserta yang sudah menanda tangani MOU sebanyak 36 Perusahaan Penyiaran serta jumlah peserta yang sudah bersiaran sebanyak 14 stasiun TV yakni para stasiun TV yang telah memiliki Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) khusus penyiaran digital 12 stasiun dan 2 stasiun ijin penyiaran analog:

  1. Nusantara TV
  2. Inspira TV
  3. Kompas TV
  4. Gramedia TV
  5. Tempo TV
  6. Net TV
  7. CNN TV
  8. TV Muhamadiyah
  9. Merah Putih TV
  10. Badar TV
  11. Tegar TV
  12. Persada TV
  13. Indonesia TV
  14. DAAI TV

Dan kini dengan keterlambat implementasi migrasi ke digital dan Indonesia tidak melakukan switch off maka kita mengalami keterlambatan dan kerugian yang sangat besar seperti tidak diterimanya pendapatan berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang jumlahnya ratusan triliun pertahun, tidak mampunya kita menahan laju masuknya invasi siaran asing bahkan perusahaan asing yang menikmati hasil dari invasi tersebut tanpa membayar pajak bagi Negara (kasus GOOGLE tidak bayar pajak, Faceboook tidak bayar pajak, dll), dan hal ini kita tidak mampu kendalikan karena kesalahan fatal kita tidak mengikuti kesepakatan dunia yang menetapkan analog switch off pada 17 Juni 2015 lalu, kita berlama-lama meresponinya dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal, terjadinya pergolakan dan perang antara masyarakat pelaku usaha yang telah mengadaptasi digitalisasi dalam usahanya terhadap masyarakat yang masih menggunakan analog (perang antara transportasi online dan konvensional, kasus antara Gojek dan Bluebird Taxi).

Lebih lagi, di tengah langkah pemerintah RI yang ingin menyetarakan Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, seperti misalnya dengan gebrakan tax amnesty yang sukses besar, percepatan berbagai pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia, maka sektor pertelevisian seharusnyalah juga ikut tampil. Sebagai anggota G-20 RI juga seharusnya segera menyetarakan dirinya dengan bangsa-besar yang bergengsi di dunia. 

Para Menteri Kabinet Kerja tidak lagi hanya menunggu tetapi perlu action untuk mewujudkan martabat bangsa yang hebat yang saat ini telah mulai ditunjukkan oleh para menteri lainnya. Ayo Menkominfo, bergeraklah demi manfaat bagi bangsa dan negara!!! 

TERKAIT SET TOP BOX

Dalam mendukung digitalisasi di seluruh wilayah RI, maka dipandang perlu membuat suatu kebijakan antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan melibatkan POLRI ataupun TNI serta institusi terkait lainnya yang menyangkut :

Antara lain, Pengadaan/memproduksi dan mendistribusikan Set Top Box dan TV Digital DVBT2 dalam jumlah yang cukup ke seluruh wilayah nusantara untuk selanjutnya dapat dibeli/dimiliki atau digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kemudian Menghentikan pengadaan dan produksi serta peredaran/penjualan TV analog di seluruh nusantara RI.

Serta, Memberikan subsidi atau kemudahan kepada masyarakat yang membutuhkan untuk memiliki Set Top Box dan kemungkinan Televisi Digital. Subsidi dimaksudkan dilakukan dengan memanfaatkan data Biro Pusat Statisk (BPS) khususnya bagi fasilitas sosial dan fasilitas umum, keluarga tidak mampu secara bertahap dengan melibatkan peran serta industry penyiaran , manufaktur dan Departemen Keuangan.

Dan terakhir Melibatkan TNI dan POLRI dalam pengawasan pengadaan, pendistribusian dan penjualan set top box maupun tv digital untuk memastikan kebijakan antara instansi dimaksud dilaksanalan oleh para pemangku kepentingan sesuai dengan aturan untuk menghindari kerugian masyarakat dan Negara. 

TERKAIT FREKWENSI, Penetapan Single Mux LPP TVRI

KEADILAN BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea terakhir sebagai berikut:
“Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 pada ayat 2 disebutkan: 
Bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;

Bab I Pasal 1 ayat 8 dalam Ketentuan Umum disebutkan:

Spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.

Penjelasan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menyatakan:

Bahwa Undang-undang No.32 Tahun 2002 disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spectrum frekwensi radio dan orbit satelitgeostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien. 

Atas dasar keadilan dengan didasarkan kepada UUD 1945 dan UU Penyiara yang saat ini berlaku, Negara harus bersikap adil kepada seluruh perusahaan yang bergerak dalam industri penyiaran di Indonesia.

Dan untuk itu maka seharusnya Single MUX yakni LPP TVRI wajib berlaku sebagai penyelenggara penyedia mux bagi seluruh perusahaan televisi di Indonesia, tanpa pandang bulu, sehingga seluruh industri penyiaran bersama-sama ikut menjaga dan memelihara LPP TVRI sebagai penyelenggara / penyedia mux bagi industri Televisi di tanah air. Untuk hal ini seluruh industri televisi swasta di tanah air tidak ada alasan untuk menolak, dan seharusnya tunduk dan patuh kepada negara.

Negara wajib ikut serta mendukung kemampuan TVRI telah kami temukan pada isi pasal 21 ayat 5 & 6 RUU Penyiaran yang sedang diharmonisasi ini yang berbunyi:

Pasal 21 ayat 5 dan 6:

(5). Waktu bagi LPP untuk menyediakan infrastruktur Penyiaran digital dan/atau mengakuisisi infrastruktur Penyiaran Lembaga Penyiaran yang telah memiliki IPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 2 tahun terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

(6). Anggaran penyediaan infrastruktur Penyiaran digital dan/atau akuisisi infras truktur Penyiaran Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berasal dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

Apabila Konglomerasi perusahaan-perusahaan televisi analog yang saat ini sudah bersiaran di Indonesia diberikan kesempatan untuk membangun dan menggunakan sendiri mux bagi penyiarannya, dan karena tidak bersedia dan dengan berbagai alasan tidak mau bermitra kepada LPP TVRI sebagai penyedia mux, yang sebenarnya hanya memproteksi kepentingan bisnisnya sendiri bukanlah kepentingan Negara maka hal ini jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan UU penyiaran no. 32 tahun 2002.

Perlu dipahami bahwa dengan sistem single mux justru perusahaan televisi bisa fokus pada kualitas tayangannya tanpa dipusingkan dengan urusan infrastruktur, sebab urusan infrastruktur menjadi tanggungjawab negara.

Dengan konsep tersebut akan menciptakan iklim yang kondusif dalam kompetisi yang sehat dengan pemberian perlakuan yang sama dan berkeadilan sesuai konstitusi kita dalam mendukung tumbuhnya industri baru penyiaran sebagai bagian dari upaya membangun industry baru, owner baru dan content yang beragam demi pembangunan Indonesia dari pinggir / desa sesuai Trisakti dan Nawacita Jokowi.


TERKAIT RUU RTI

Dalam perkembangan industri media terkini, kemajuan teknologi telah mempengaruhi institusi dan semua iklim yang menyertainya. Oleh karena itu, berbagai platform dan regulasi serta pola kerja SDM harus mampu menyesuaikan diri terhadap perkembangan yang terjadi.

Pandangan kami terkait rencana penyatuan atau penggabungan TVRI dan RRI adalah sebuah keharusan sebagai momentum mengkaji kembali, menata ulang dan membangun kekuatan baru seluruh bagian yang dimiliki ke dua lembaga Negara tersebut. Sebab secadar sadar, kondisi yang terjadi paska reformasi TVRI dan RRI menurut kami mengalami penurunan pengaruh ditambah semakin bertumbuhnya media-media swasta yang lebih lentur dalam menyesuaikan dengan dinamika masyarakat dan perkembangan teknologi media.

NKRI hanya bisa terwujud jika Negara kuat tanpa harus membelenggu demokrasi media.
Negara kuat jika lembaga medianya juga kuat dalam menyebarkan informasi positif di seluruh wilayah tanah air termasuk di daerah rural maupun daerah perbatasan.

Selain TVRI dan RRI, Pusat Pemberitaan Nasional Indonesia ANTARA juga memerlukan kajian yang serius sebab dibutuhkan synergi yang produktif diantara 3 lembaga penyiaran milik bangsa ini.

Pertumbuhan media saat ini hanya dapat diantisipasi melalui penguatan dan pengembangan. Baik pengembangan asset, penguatan program maupun capasity building SDM.

Selain itu aspek R & D (Research and Development) dalam bidang media harus semakin diperkuat sehingga ke depan RTI dapat mengantisipasi perkembangan melalui rencana kerja yang didasarkan kepada akurasi data dan analisa yang ilmiah.

Lembaga Penyiaran Khusus

Secara khusus kami mengapresiasi dimunculkannya 1 lembaga baru penyiaran memperkaya lembaga penyiaran yang telah diatur di UU Penyiaran no. 32 tahun 2002. Lembaga Penyiaran khusus memang menjadi kebutuhan khususnya diakibatkan oleh kondisi tv swasta yang pada platform bisnisnya semata mengejar rating (komersil). Sehingga muatan sosial menjadi terpinggirkan.

Khusus TV Parlemen, dibutuhkan penguatan terhadap diferensiasi content yang skemanya semakin memahami aspek pemirsa sehingga memiliki daya tarik yang dapat menempatkannya masuk kepada pilihan pilihan tontonan pemirsa. Sedangkan dalam hal penempatan channel, sebaiknya mendapat 1 channel FTA (Free To Air) di dalam mux LPP nantinya.

103 PEMILIK IPP TV DIGITAL

Agar pada BAB XIII Ketentuan Peralihan ditambahkan satu kalimat pada ayat (2) berupa:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku Lembaga Penyiaran TV Digital yang sudah ada sebelumnya tetap dapat menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Dengan demikian ayat (2) menjadi ayat (3), ayat (3) menjadi ayat (4) dan ayat (4) menjadi ayat (5).

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pada BAB XII Pasal 155 sebaiknya dalam salah satu poin ayat 2 harusjya dimasukkan Asosiasi Industri Penyelenggara Penyiaran Swasta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar