Lalu bagaimana bisa?
Nah, gara-gara dua antibodi ini, atas ijin Tuhan tentunya, jalannya pertempuran mulai berubah, virus mulai kalah dan lama-lama habis di hari ke 28. Meskipun antibodi IgM sudah tidak lagi diproduksi tubuh di hari ke 21, tapi perjuangannya masih diteruskan oleh IgG sampai agak lama. Entah berapa lama. Tapi yang jelas, virusnya akan hilang lebih dulu sebelum produksi IgG habis.
Wah, berarti orang yang terinfeksi covid-19 bisa sembuh total dong?
Iya bisa. Tapi syarat dan ketentuan berlaku keras.
Nah, kembali ke grafik diatas
Itulah sebabnya mengapa anda diminta untuk tetap di rumah dan memakai masker ketika terpaksa keluar rumah. Bukan hanya untuk anda. Tapi untuk anak-istri dan orang tua di rumah.
Terdapat beberapa jenis antibodi dan masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Antibodi dikenal juga dengan immunoglobulin. Berikut ini adalah jenis-jenis antibodi:
1. Immunoglobulin A (IgA)
Pemeriksaan antibodi IgA juga biasanya dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis gangguan pada sistem imunitas, misalnya penyakit celiac.
2. Immunoglobulin E (IgE)
3. Immunoglobulin G (IgG)
- Ruam kulit
- Alergi
- Sakit setelah bepergian
- Sering pilek
- Sesak napas
- Diare yang tak kunjung sembuh
- Penurunan berat badan tanpa sebab
- Demam yang tidak diketahui penyebabnya
Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada komunitas (masyarakat).
RT-PCT menggunakan sampel usapan lendir dari hidung atau tenggorokan. Lokasi ini dipilih karena menjadi tempat virus berreplikasi. Sementara itu, rapid test menggunakan sampel darah.
Cara Kerjanya
Virus yang aktif memiliki material genetika yang bisa berupa DNA maupun RNA. Pada virus corona, material genetiknya adalah RNA. Nah, RNA inilah yang diamplifikasi dengan RT-PCR sehingga bisa dideteksi.
Rapid test bekerja dengan cara yang berbeda. Virus corona COVID-19 tidak hidup di darah, tetapi seseorang yang terinfeksi akan membentuk antibodi yang disebut immunoglobulin, yang bisa dideteksi di darah. Immunoglobulin inilah yang dideteksi dengan rapid test.
Simpelnya, RT-PCR mendeteksi keberadaan virus sedangkan rapid test mendeteksi apakah seseorang pernah terpapar atau tidak.
Terkait cara kerja, RT-PCR harus dikerjakan di laboratorium dengan standar biosafety level tertentu. Rapid test lebih praktis karena bisa dilakukan di mana saja.
Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD, Principal Investigator, Stem-cell and Cancer Research Institute, menjelaskan bahwa rapid test bisa memberikan hasil 'false negative' yakni tampak negatif meski sebenarnya positif. Ini terjadi bila tes dilakukan pada fase yang tidak tepat.
"Data antibodi tidak selalu bersamaan dengan data PCR. Ketika data PCR menunjukkan virus RNA terdeteksi, kadang-kadang antibodi belum terbentuk," jelasnya.
Kemungkinan false negative ini juga disinggung oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto.
"Hanya masalahnya bahwa yang diperiksa immunoglobulin-nya maka kita butuh reaksi immunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu karena kalau belum seminggu terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu pembacaan immunoglobulin-nya akan menampilkan gambaran negatif," kata Yuri.
RT-PCR jelas membutuhkan waktu lebih lama. Belum termasuk waktu pengiriman sampel karena pemeriksaan virus corona sempat dipusatkan hanya di laboratorium Litbangkes (Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) di Jakarta. Rapid test bisa dilakukan kapan saja dan hanya butuh waktu 15-20 menit untuk mendapatkan hasilnya.
"Untuk skrining di bandara misalnya, rapid diagnostik cukup menjanjikan karena hanya 20 menit," kata Ahmad.
Untuk kebutuhan massive screening dan menemukan lebih banyak kasus, rapid test berbasis antibodi dinilai sebagai pilihan yang tepat.
Lalu berapa Biayanya
Rapid test diklaim lebih ekonomis dibanding RT-PCR. Dalam sebuah wawancara, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes), memberikan perkiraan biata RT-PCR.
"Per orang rata-rata total unit cost mulai dari ambil spesimen, transport, pemeriksaan PCR sekitar Rp 1,5 juta," sebutnya.
Saat ini untuk membantu kita menghadapi kondisi pandemi yang ada saat ini bagi pengguna Android bisa juga mendownload beberapa aplikasi resmi yang bisa membantu kita mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat adapun aplikasi tersebut bisa di download yaitu PeduliLindungi aplikasi kerjasama Komimfo dan BNPB lalu ada InaRisk aplikasi yang di develop oleh BNPB yang mencakup tidak hanya untuk Corvid 19 saja melainkan bencana lainnya dan yang terakhir adalah aplikasi Bersatu lawan corvid 19 (BLC) yang dikembangkan oleh Task force percepatan menghadapi Corvid 19.
Perubahan istilah ODP, PDP, dan OTG
Revisi Pedoman Pengendalian dan Pencegahan COVID-19 dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes/KMK) nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 memunculkan istilah baru yang perlu dipahami masyarakat.
- Arti kasus probable
- Perubahan istilah ODP, PDP, dan OTG
- Pengertian kasus suspek
- Pengertian kasus konfirmasi
- Pengertian kasus kontak erat
- Kasus probable atau konfirmasi yang bergejala
- Istilah pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi dan kematian
Arti kasus probable
Istilah baru yang dimaksudkan adalah kasus probable, yaitu orang yang diyakini sebagai suspek dengan ISPA Berat atau gagal nafas akibat aveoli paru-paru penuh cairan (ARDS) atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Sementara beberapa istilah lain mengalami perubahan, diantaranya orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG). Perubahan istilah menjadi Kasus Suspek, Kasus Konfirmasi (bergejala dan tidak bergejala), dan Kontak Erat.
Pengertian kasus suspek
Kasus Suspek Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi local.
Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA, dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19.
Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Pengertian kasus konfirmasi
Kasus Konfirmasi Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2, yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik), dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
Pengertian kasus kontak erat
Kontak Erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan sebagaimana terlampir).
Kasus probable atau konfirmasi yang bergejala.
Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi.
Istilah pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi dan kematian.
Selain istilah-istilah tersebut, dalam KMK juga tercantum istilah lain berupa Pelaku Perjalanan, Discarded, Selesai Isolasi, dan Kematian.
Pelaku Perjalanan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.
Discarded, dikatakan discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.
Selesai Isolasi, apabila pasien memenuhi salah satu kriteria berikut:
Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar